TANJUNGPINANG (Kepri.co.id) – Wacana pemerintah melarang ekspor pasir kuarsa agar dikaji mendalam. Sebab, pelarangan ini akan menguntungkan produsen pasir kuarsa di negara lainnya.
“Pelarangan ekspor hanya akan menguntungkan negara produsen pasir kuarsa lainnya yang selama ini terganggu pasarnya, karena keberhasilan Indonesia menjadi pemain pasir kuarsa dunia dalam kurun waktu tiga tahun terakhir,” ujar Ketua Umum Himpunan Penambang Kuarsa Indonesia (HPKI), Ady Indra Pawennari, Kamis (27/7/2023).
“Hati-hati, jangan terburu-buru memutuskan pelarangan ekspor pasir kuarsa ini. Kenapa, karena Indonesia bukan produsen utama pasir kuarsa dunia. Jadi, kalau pelarangan ekspor ini dilakukan, ya negara produsen lain yang diuntungkan,” ujar Ady.
Ady berpendapat, produksi dan ekspor pasir kuarsa Indonesia, sejauh ini hampir tidak berpengaruh terhadap perkembangan industri panel surya dunia saat ini. Bahkan, negara lain terus berkembang.
Karena katanya, Indonesia baru melakukan ekspor pasir kuarsa pada awal 2020. Sementara industri panel surya global sudah berkembang jauh sebelum itu.
Ady mengungkapkan, tahun 2020 produksi pasir kuarsa Indonesia adalah sebesar 1,87 juta meter kubik atau setara dengan 4,675 juta ton dengan berat jenis 2,5 ton per metrik kubik. Sementara yang di ekspor hanya 744,392 ribu ton atau hanya sekitar 15,9 persen dari total produksi.
Kemudian, tahun 2021 ekspor pasir kuarsa Indonesia sebesar 1.198.252 ton atau hanya sekitar 3,48 persen dari total nilai ekspor pasir kuarsa dunia yang didominasi Amerika sebesar 31,2 persen, Australia 12,2 persen, dan Belgia 7,45 persen.
“Jadi, saya mau katakan, porsi ekspor pasir kuarsa Indonesia itu, tidak terlalu signifikan pengaruhnya secara global dan Indonesia bukan pemain utama,” ungkapnya.
Ady mengklaim, data tahun 2021 menunjukkan Indonesia berada di luar dari 10 besar produsen pasir kuarsa dunia, dengan produksi jauh lebih kecil dibanding Amerika, Australia, Belanda, India, Turki, Prancis, Italia, Bulgaria, Spanyol, Polandia, Kanada, Inggris bahkan Malaysia, Agentina, dan Meksiko (US Geological Survey).
Menurut Ady, pelarangan ekspor pasir kuarsa hanya akan menguntungkan negara lain yang selama ini menjadi penguasa pasar pasir kuarsa dunia ditambah lagi para pemain kelas menengah-kecil. Seperti Jerman, Arab Saudi, Malaysia, Mesir, Belanda, China, dan Vietnam karena segmen pasar ekspor Indonesia akan diambil mereka.
Ketimbang terburu-buru melarang ekspor, sambung Ady, sebaiknya pemerintah menempuh strategi hilirisasi dengan mempercepat perbaikan iklim usaha.
Seperti memastikan kemudahan perizinan, mendorong transparansi dan akuntabilitas, termasuk pemberantasan korupsi untuk semua sektor yang terkait dengan investasi sumber daya mineral, termasuk pasir kuarsa.
Kemudian, mendorong percepatan pertumbuhan industri dalam negeri yang menggunakan pasir kuarsa, termasuk industri microchip dan panel surya yang sangat strategis itu. Sehingga, pasar domestik pasir kuarsa kualitas tinggi Indonesia menjadi lebih terbuka. (now)