Hakim Cecar Saksi Ketua Pokja, Banyak Lupa dan Tidak Tahu

Tiga anggota Pokja Proyek pembangunan jembatan Tanah Merah di Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang, Rabu (20/12/2023). (F. now)

TANJUNGPINANG (Kepri.co.id) – Sidang tindak pidana korupsi (tipikor) pembangunan jembatan Tanah Merah di Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan tahun anggaran (TA) 2018 dan 2019, menghadirkan tiga orang saksi dari kelompok kerja (pokja) proyek.

Tiga orang saksi pokja dalam sidang di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang, Rabu (20/12/2023) itu adalah Mochamad Jafar (45), aparatur sipil negara (ASN) yang bertugas sebagai staf Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Sekretariat Pemerintah Kabupaten Bintan selaku Ketua Pokja.

Kemudian Nurianto (47), ASN bertugas di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bintan selaku anggota pokja, dan Zulkarnaen (53) juga ASN bertugas di Sekretariat Bintan bagian pengadaan barang dan jasa.

Di antara ketiga saksi tersebut, pertanyaan yang dilontarkan tiga orang majelis hakim yang memimpin sidang, maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Bintan, termasuk masing-masing penasihat hukum (PH), kedua terdakwa. Pertanyaan lebih banyak ditujukan kepada saksi M Jafar, selaku Ketua Pokja.

Hal ini terkait ada percakapan dan permintaan terdakwa Bayu Wicaksono, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek kepada saksi M Jafar, melakukan intervensi guna memenangkan salah satu perusahaan tertentu sebelum proses pelelangan tender.

“Baik itu terkait perusahaan kontraktor, serta pelaksana pekerjaan, hingga konsultan pengawasan pekerjaan jembatan, dengan telah menghabiskan uang negara hingga miliaran rupiah. Hingga saat ini, jembatan Tanah Merah itu belum bisa dimanfaatkan masyarakat,” kata Majelis Hakim.

Dalam sidang, saksi M Jafar gelagapan menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan kepadanya. Sambil melihat catatan yang telah disiapkannya, ia juga banyak mengaku lupa dan tidak tahu.

Saking kesalnya, Majelis Hakim yang dipimpin Riska Widiana SH MH, yang juga Ketua Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, didampingi dua Hakim anggotanya sempat melontarkan kata-kata, pokja proyek ini seperti abal-abal alias tidak profesional.

“Kalau seorang saksi tidak jujur dan ada yang berusaha ditutup-tutupi, makanya seperti saudara ini. Saudara baru sebagai saksi sudah seperti ini, apalagi kalau sudah jadi tersangka atau terdakwa,” timpal Majelis Hakim, kepada M Jafar.

Majelis hakim maupun JPU, juga menanyakan proses pekerjaan tahun 2018 yang belum selesai dikerjakan. Akan tetapi, tahun 2019 kenapa tetap dilanjutkan pelelangan kembali.

“Termasuk banyaknya proses evaluasi yang dikerjakan, di dalam proses pelelangan proyek yang tidak tuntas itu,” cecar Majelis Hakim.

Seperti diketahui, sidang tipikor pelaksanaan kegiatan pembangunan jembatan Tanah Merah di Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan tahun anggaran (TA) 2018 dan 2019 sudah ditetapkan dua orang terdakwa.

Kedua terdakwa yakni Bayu Wicaksono (BW) selaku PPK, dan terdakwa Siswanto selaku kontraktor penyedia jasa dari CV Bina Mekar Lestari (tahun anggaran 2019).

Khusus terdakwa BW, dalam perkara korupsi ini JPU Kejari Bintan, membacakan dua berkas secara terpisah yakni tahun anggaran 2018 dan 2019 dalam ruangan sidang dan majelis hakim yang sama.

Perkara korupsi ini sebelumnya diproses tim intelijen Kejati Kepri, hingga akhirnya dilimpahkan ke Kejari Bintan untuk disidangkan.

Total nilai kerugian negara atas dugaan tipikor yang dilakukan dua terdakwa tersebut, sekitar Rp8 miliar, dengan rincian tahun anggaran (TA) 2018 kurang lebih Rp2,8 miliar dan TA 2019 senilai Rp6 miliar.

Dalam sidang terungkap, kronologis dugaan tipikor pelaksanaan kegiatan pembangunan jembatan Tanah Merah itu berdasarkan pagu anggaran tahun 2018 sebesar Rp10 miliar, dengan nilai kontrak kurang lebih Rp9,9 miliar.

Penyedia yang melaksanakan pembangunan pekerjaan dilakukan PT Bintang Fajar Gemilang (BFG) dengan konsultan perencana dalam kegiatan DED (detailed engineering design) CV Vintech Pratama Consultant.

Kemudian berdasarkan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan penyedia PT BFG tersebut, diperoleh fakta bahwa pekerjaan perencanaan dilaksanakan tidak sesuai keahlian yang dipersyaratkan. Saat proses pemilihan konsultan pengawas yang telah ditetapkan kepada CV Dika SAE tahun 2018.

Di indikasi pengaturan pemenang terhadap pemilihan konsultan perencana, pengawas, dan penyedia dengan adanya perintah tersangka BW selaku PPK, meminta pokja pemilihan mengarahkan proses lelang, supaya PT Bintang Fajar Gemilang dapat memenangkan pekerjaan tersebut TA 2018.

Sebelum memulai pekerjaan, PT Bintang Fajar Gemilang tidak melakukan review desain secara menyeluruh. Sehingga, pelaksanaan pekerjaan tetap dilakukan berdasarkan desain yang dibuat konsultan perencana ditetapkan PPK, dan terhadap tenaga ahli PT Bintang Fajar Gemilang sebagaimana tercantum dalam kontrak, tak pernah datang dan ikut melaksanakan pekerjaan.
Sehingga, saat pelaksanaan pekerjaan hanya dihadiri dan diawasi satu orang mandor dan dua orang karyawan PT Bintang Fajar Gemilang.

PT Bintang Fajar Gemilang juga tidak memiliki surat dukungan ketersediaan beberapa bahan material sebagaimana persyaratkan dalam kerangka acuan kerja (KAK).

Beberapa bahan material ditemukan tidak sesuai standar nasional Indonesia (SNI). Sehingga, kontrak pekerjaan diputus tanggal 17 Desember 2019 oleh PPK dengan hasil progres pekerjaan di angka 35,35 persen.

Kemudian terhadap keawetan struktur, berdasarkan pengamatan visual kondisi elemen struktur, banyak terjadi keretakan pada abutment serta posisi abutment miring pada sisi kiri dan kanan yang mengakibatkan balok girder hampir lepas dari posisi semula.

Hal ini mengakibatkan kerusakan struktur yang cukup parah, dan mengakibatkan jembatan tidak berfungsi sama sekali.

Lanjutan pembangunan Jembatan Tanah Merah TA 2019 yang dilaksanakan CV Bina Mekar Lestari dengan nilai kontrak kurang lebih Rp 7,5 miliar dan konsultan pengawas yang ditetapkan CV Vitech Pratama Consultant.

Pada tahap pembangunan Jembatan Tanah Merah Kecamatan Teluk Bintan, Kabupaten Bintan TA 2019 (20 meter) diperoleh fakta, terdapat personel pengganti yang tidak sesuai syarat yang tertera pada kontrak.

Penyedia dan pengawas beserta PPK, melakukan perubahan-perubahan pekerjaan atau adendum pekerjaan. Beberapa material pekerjaan tidak sesuai SNI.

Atas perbuatan para tersangka, diancam pasal 2 ayat (1) jo pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidanan Korupsi sebagai mana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (now)