BATAM (Kepri.co.id) – Ketua majelis hakim Mashuri Effendi SH MH yang menyidangkan perkara gugatan perbuatan melawan hukum, yang dilayangkan PT Dani Tasha Lestari selaku pemilik dan pengelola Hotel Purajaya Beach Resort Nongsa kepada Badan Pengusahaan (BP) Batam sebagai tergugat, agar melakukan mediasi.
“Majelis memberikan kesempatan kepada penggugat dan tergugat BP Batam, agar melakukan mediasi. Jika pihat tergugat dan penggugat tidak memiliki mediator, majelis menunjuk mediator,” ujar Ketua majelis hakim Mashuri Effendi SH MH yang menyidangkan nomor perkara 92/PDT.G/2022/PN.BTM, Selasa (19/4/2022).
Turut tergugat dalam sidang tersebut yaitu Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Batam tidak hadir. Namun, ketua majelis hakim Mashuri Effendi SH MH dengan anggota Indriani SH MKn dan Nanang Herjunanto SH MH tidak begitu mempersoalkan, karena BPN Kota Batam sifatnya turut tergugat saja.
Usai sidang tersebut, P Manalu SH salah satu kuasa hukum BP Batam dikonfirmasi, tidak bersedia memberikan keterangan. Bahkan, usai masing-masing penasihat hukum (PH) prinsipal yang berperkara dimediasi, PH BP Batam tidak mau memberikan keterangan.
“Kalau mau konfirmasi, langsung ke Humas BP Batam saja. Karena ini sudah terbuka, ikuti saja prosesnya,” ujar P Manalu menghindar diwawancarai wartawan.
Baca Jua: BP Batam Tak Hadir Sidang Gugatan Perbuatan Melawan Hukum
Sementara itu, PH PT Dani Tasha Lestari, Martina SH MH didampingi Pordin Pasaribu SH dari Kantor Hukum Djaka Susanto Ph SH, mengatakan, materi gugatan pasal 3 dan 4 Peraturan Kepala (Perka) BP Batam nomor 11 tahun 2016 tentang Tata Cara Pembatalan Alokasi Lahan Dikarenakan Hal Tertentu dan Pengalokasian Atas Lahan Yang Dibatalkan.
“Kepala BP Batam melawan Perka yang dibuatnya sendiri. Dalam pasal 3 dan 4 Perka tersebut, pembatalan alokasi lahan ditandai dengan surat peringatan (SP) 1 selama 7 hari, SP 2 selama 7 hari, dan SP 3 selama 7 hari,” ujar Martina.
SP tersebut, lanjut Martina, dilayangkan lewat pos dengan tanda bukti penerimaan. “Waktu sidang di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Tanjungpinang di Batam, kami selaku PH meminta tanda bukti pengiriman dan tanda bukti penerimaan SP. Tapi, selama persidangan di PTUN tersebut, BP Batam tidak pernah bisa menunjukkan bukti yang kami minta,” ujar Martina.
Sebenarnya, kata Martina, kliennya mendapatkan penetapan lokasi (PL) tahun 1993 dari BP Batam, dan sudah dibayar wajib tahunan otorita (WTO) 30 tahun berikut dendanya.
“Masa berlaku WTO klien kami tahun 2023. Belum habis masa WTO, kok sudah dicabut di tahun 2020. Alasan BP Batam klien kami menelantarkan lahan yang diberikan, buktinya sudah berdiri hotel, sarana dan prasarana jalan masuk dan ke luar, water pump, guest house, kolam renang, bangunan instalasi listrik, tourism forest jungle, dan lainnya,” ungkap Martina.
PT Dani Tasha Lestari selaku investor dengan nilai investasi yang cukup besar, mestinya saran Martina, BP Batam memberikan perlindungan dan kepastian hukum pada investor.
“Tolong dengan hati yang jernih dicatat, Purajaya adalah aset sejarah Provinsi Kepri. Presiden Indonesia Abdul Rahman Wahid pernah menginap di Purajaya. Sebelum Batam memiliki asrama haji, Purajaya pernah dijadikan tempat menginap jamaah calon haji (JCH). Purajaya pernah pembayar pajak terbesar. Jangan terlalu mudah melupakan sejarah dan peran masa lalu Purajaya,” saran Martina.
Belum lagi, lanjut Martina, Purajaya pernah dijadikan sekretariat bagi tokoh-tokoh yang memperjuangkan cikal bakal Provinsi Kepulauan Riau.
“Sehingga, klien kami sangat menyayangkan jika BP Batam mencabut 20 hektare lahan Purajaya, yang sejak dulu sudah dibangun konsep resort dengan berbagai fasilitasnya. Harapan kami, majelis hakim bisa memutuskan dengan seadil-adilnya,” ujar Martina.
Setelah dari kantor PN Batam, Martina dan Pordin Pasaribu beranjak ke Kantor BPN Kota Batam, memblokir sertifikat tanah PT Dani Tasha Lestari agar tidak dialokasikan kepada pihak lain, sampai ada putusan final pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. (asa)