BATAM (Kepri.co.id) – Buntut bentrok antara warga Rempang dengan sekelompok orang tak dikenal Selasa (17/12/2024) lalu, disorot Anggota DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan, H Mafirion.
Mafirion mengutuk keras kejadian tersebut, terlebih lagi membawa luka-luka bagi sejumlah warga Rempang.
Anggota DPR RI asal Riau ini, meminta Kementerian Hak Azazi Manusia (HAM) segera turun ke Rempang dan Galang. Sebab, konflik yang telah berlangsung sejak tahun 2023 itu, menurutnya, terindikasi terjadi pelanggaran HAM.
”Menggusur kampung halaman yang telah mereka tinggali secara turun temurun – dari generasi ke generasi, dengan melakukan kekerasan adalah tindakan yang melanggar HAM,” ujar Mafirion.
Mafirion juga meminta pemerintah dalam hal ini Pemerintah Kota Batam dan BP Batam, dapat kembali melakukan pembicaraan dengan warga Rempang dan tidak membiarkan konflik ini terus berlanjut.
Selain itu, aparat tidak boleh berpihak apalagi berpihak kepada perusahaan yang akan membabaskan lahan di Rempang untuk proyek strategis nasional (PSN).
”Jangan ada lagi kekerasan di Rempang dan Galang, atas nama kepentingan proyek strategis nasional. Masyarakat Rempang dan Galang adalah warga negara yang harus dilindungi bukan ditakut-takuti, apalagi diancam”, kata Mafirion.
Mafirion menjelaskan, pemerintah dalam hal ini pemerintah pusat di masanya, punya pengalaman yang dapat dicontoh dalam pengembangan Pulau Batam menjadi kawasan industri.
Di mana, BP Batam yang dulunya bernama Otorita Batam, tidak menggusur kampung-kampung tua, bagi pengembangan idustri dan pariwisata. Itu sebabnya, sampai hari ini masih ada kampung tua di Batam. Seperti Batu Besar, Patam, Tanjungpiayu, Tanjunguma, Bengkong, dan lain-lain.
Konsep membangun PSN tanpa menggusur dan tetap berdampingan, menurut Mafirion, pilihan terbaik. Industri berkembang dan masyarakat tempatan, di mana industri itu dikembangkan tidak merugikan masyarakat, tapi menguntungkan karena terbuka lapangan kerja.
Konflik antara masyarakat Rempang dan Galang, antara masyarakat dan pemerintah, jelas Mafirion, terjadi karena ada rencana pengembangan Pulau Rempang sebagai The New Engine of Indonesian’s Economic Growth dengan konsep Green and Sustainable City atau Rempang Eco-City. (asa)