BATAM (Kepri.co.id) – Sebanyak 400-an kepala keluarga (KK) Kampung Tembesi Tower, menolak direlokasi. Aksi protes warga ini, diwujudkan dengan memampangkan spanduk penolakan di sekitaran akses masuk Kampung Tembesi Tower, Senin (10/10/2022).
Kalimat-kalimat yang tertulis dalam spanduk warga berbunyi: “Kami warga Tembesi Tower menolak untuk direlokasi, jangan berikan semua lahan kepada pengusaha, segera legalkan kampung Kami.”
Baca Juga: Perjuangan Tak Diakomodir, Warga Tembesi Tower Ancam Demo Besar-besaran Walikota
Satu spanduk lagi bertuliskan: “Kami warga Tembesi Tower, menagih janji Bapak H. Muhammad Rudi, SE MM, Ketua BP Batam Ex Officio, agar segera menyelesaikan legalitas kampung Kami.”
Selain pemuda dan bapak-bapak, kaum ibu dan anaknya juga turun dalam spontanitas warga, menolak direlokasi dari Tembesi Tower.
“Saya dan warga lain, mau angkat kaki dari Tembesi Tower jika Surat Keputusan (SK) Walikota Batam nomor 105/HK/III/2004 tanggal 23 Maret 2004 tentang penetapan wilayah Kampung Tua di Kota Batam dicabut,” ujar Heri, salah satu tokoh masyarakat Tembesi Tower yang hadir dalam penolakan tersebut.
Dulu, aku Heri, dirinya dan beberapa perwakilan warga Tembesi Tower, pernah mengadu ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), menanyakan apakah SK Walikota Batam nomor 105/HK/III/2004 tanggal 23 Maret 2004 sah atau tidak.
Baca Juga: Sekelompok Orang Lakukan Pengukuran di Tembesi Tower, Warga Tagih Konsistensi Walikota
Jawaban dari pihak Kemendagri, kata Heri, bahwa SK Walikota Batam nomor 105/HK/III/2004 tersebut sah.
“Bahkan, dulu saya pernah dipanggil pihak kepolisan menanyakan, apa dasar warga mendiami Kampung Tembesi Tower. Saya tunjukkan SK Walikota Batam nomor 105/HK/III/2004. Pihak kepolisian tak bisa berbuat apa,” ungkap Heri.
Ketua RT 3 RW 16 Kelurahan Tembesi, Syahrim Siketang, menambahkan, selain ada dasar hukum juga ada sarana dan prasarana yang dibiayai Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) di Kampung Tembesi Tower, melalui musyawarah rencana pembangunan (musrenbang).
“Seperti infrastruktur jalan, gedung balai pertemuan, Posyandu, masjid, sekolah. Kami juga bayar pajak bumi dan bangunan (PBB), air serta listrik masuk, dan fasilitas lainnya,” terang Syahrim.
Kuasa Hukum Warga Kampung Tembesi Tower, Orik Ardiansyah SH, mengatakan, secara hukum Kampung Tembesi Tower tak ada masalah.
Alasannya, kata Cak Orik sapaan Orik Ardiansyah, SK Walikota Batam nomor 105/HK/III/2004 tanggal 23 Maret 2004 adalah beschikking yakni sah sebelum ada keputusan yang membatalkannya.
SK Walikota Batam nomor 105/HK/III/2004 tersebut, lanjut Cak Orik, dikuatkan dengan adanya persetujuan prinsip nomor B/70/KA/III/2005 tanggal 30 Maret 2005 yang ditandatangani Ketua BP Batam (dulu namanya Otorita Batam/ OB) Ismeth Abdullah.
Bahkan, masih Cak Orik, perkara ini sudah diuji di Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau nomor surat B/0225/LM.24-05/0165.2020/IV/2021.
Dalam laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) nomor surat B/0225/LM.24-05/0165.2020/IV/2021, bahwa BP Batam telah melakukan maladministrasi yakni penundaan berlarut atas permohonan warga mendapatkan legalitas Kampung Tembesi Tower RW 16.
LAHP Ombudsman RI Perwakilan Kepri tersebut, lanjut Cak Orik, diperkuat dengan dua kali rekomendasi DPRD Batam, agar segera menerbitkan dan memberikan legalitas hak-hak warga kampung tua Tembesi Tower.
Dengan demikian, ulas Cak Orik, secara hukum jelas bahwa Perda Rancangan Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Nomor 3 tahun 2021 tentang RTRW Kota Batam 2021 sampai 2041, yang menetapkan Kampung Tembesi Tower sebagai kawasan industri, dapat dikesampingkan.
“Persoalan sekarang, Pak Wali yang juga Ex-Officio Kepala Badan Pengusahaan Batam, mau atau tidak mau mengeluarkan legalitas Kampung Tembesi Tower,” ujar Cak Orik.
Seandainya nanti, kata Orik, SK Walikota Batam nomor 105/HK/III/2004 tanggal 23 Maret 2004 tentang penetapan wilayah Kampung Tua di Kota Batam dicabut, konsekwensinya segala putusan tentang Kampung Tua di Batam yang juncto pada SK Walikota tersebut tidak berlaku.
Tokoh Masyarakat Tembesi Tower, Erik Sumadi, nada bertanya menyebutkan, apakah masih ada keadilan di negeri ini.
Segala aturan dibuat, menurut Erik, berdasarkan hukum dengan melindungi dan mensejahterahkan masyarakat.
“Kami minta Pak Presiden, tolong turun ke Batam melihat persoalan lahan warga. Kami juga akan ke Jakarta, mengetuk hati pejabat di pusat termasuk Satgas Mafia Tanah. Masih adakah keadilan dan perlindungan terhadap masyarakat,” ujar Cak Erik sapaan Erik Sumadi.
Erik yang juga Punggowo Arema ini, mengungkapkan, warga akan mencari saluran keadilan dengan unjuk rasa menyampaikan pendapat di hadapan umum.
“Warga sudah bulat menolak relokasi. Surat pemberitahuan unjuk rasa sudah dimasukkan, tinggal pelaksanaan,” ujar Cak Erik. (asa)