BATAM (Kepri.co.id) – Perwakilan warga Kampung Tua Tembesi Tower dan pengacara warga, Orik Ardiansyah SH menghadiri undangan monitoring hasil resolusi Ombudsman RI di Kantor Perwakilan Ombudsman Perwakilan Kepri di Graha Pena Batam Center, Rabu (31/7/2024) pagi.
Undangan monitoring Ombudsman RI ini, juga dihadiri Kasubdit Evaluasi dan Pengawasan Pengunaan Lahan Badan Pengusahaan (BP) Batam, Noor Azizah.
“Dalam rapat itu, pihak Ombudsman RI maupun BP Batam mengeluarkan data warga di Kampung Tua Tembesi Tower yang sudah menerima ganti rugi. Data tersebut sangat jauh berbeda dengan yang kami miliki,” ujar Ketua RW 16 Tembesi Tower, Fakhruddin usai rapat monitoring.
Atas perbedaan tersebut, kata Fakhruddin, pihak Ombudsman RI dan BP Batam turun ke Tembesi Tower akan mengecek data faktual warga pada Kamis (1/8/2024) pagi.
Penjelasan warga Kampung Tembesi Tower usai mengikuti undangan monitoring hasil resolusi Ombudsman RI di Kantor Perwakilan Ombudsman Perwakilan Kepri di Graha Pena Batam Center, Rabu (31/7/2024) pagi.
“Silakan, biar datanya tak ngawur. Yang pasti, warga tak mau direlokasi. Jangankan warga, saya sendiri tak mau direlokasi, karena dasar legalitas kami jelas Surat Keputusan (SK) Walikota Batam Nomor 105/HK/III/2004 tentang penetapan wilayah Kampung Tua di Kota Batam,” jelas Fakhruddin.
Sementara itu, pengacara warga Kampung Tua Tembesi Tower, Orik Ardiansyah, menyayangkan apa yang dilakukan oleh Ombudsman RI itu merupakan langkah hukum yang mundur. Sebab, laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) Ombudsman Indonesia Perwakilan Kepri, mengeluarkan surat nomor B/0225/LM.24-05/0165.2020/IV/2021, bahwa BP Batam telah melakukan maladministrasi yakni penundaan berlarut atas permohonan warga mendapatkan legalitas Kampung Tembesi Tower.
“Menyampaikan aspirasi warga, meminta maladministrasi jangan dipolitisir, warga Tembesi Tower menolak direlokasi. Jalankan saja keputusan LAHP, terbitkan legalitas warga,” ujar Cak Orik, sapaan pengacara muda jebolan Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang, Jawa Timur ini.
Legalitas Kampung Tua Tembesi Tower, beber Cak Orik, dimulai dari SK Walikota Batam Nomor 105/HK/III/2004 tentang penetapan wilayah Kampung Tua di Kota Batam yang sifatnya sekarang belum dicabut.
“SK Walikota Batam Nomor 105/HK/III/2004 tersebut keputusan pejabat negara yang bersifat individual dan kongkrit berisi penetapan administratif (beschiking). Bahkan, SK Walikota Batam Nomor 105/HK/III/2004 jadi dasar bagi kampung tua lainnya di Kota Batam yang telah mendapat legalitas sertifikat hak milik,” terang Cak Orik sambil menunjukkan salah satu sertifikat hak milik warga RW 5 Tembesi.
Dari SK Walikota Batam Nomor 105/HK/III/2004 tersebut, lanjut Cak Orik, BP Batam dulu namanya Otorita Batam (OB) telah mengeluarkan persetujuan prinsip Nomor B/70/KA/III/2005 tanggal 30 Maret 2005 yang ditandatangani Ketua Otorita Batam, Ismeth Abdullah.
Baca Juga: Warga Kampung Tembesi Tower Tolak Direlokasi
Karena legalitas yang dituntut warga Kampung Tua Tembesi Tower tak juga diterbitkan, akhirnya warga Tembesi Tower mengadu ke Ombudsman Perwakilan Kepri dengan mengeluarkan LAHP Nomor B/0225/LM.24-05/0165.2020/IV/2021, bahwa BP Batam telah melakukan maladministrasi yakni penundaan berlarut atas permohonan warga mendapatkan legalitas Kampung Tembesi Tower
“Harusnya perjalanan hukum itu maju, tapi kenapa dalam Kampung Tua Tembesi Tower ini perjalanan hukum mundur. Semestinya, maju dengan menindaklanjuti LAHP Ombudsman dengan menerbitkan legalitas Kampung Tua Tembesi Tower,” terang Cak Orik.
Terkait perjuangan warga Kampung Tembesi Tower mendapatkan legalitas, kata Ketua RW 16 Tembesi Tower, Fakhruddin, pihaknya mau sumpah pocong jika perjungan hukum posotif menemui jalan buntu dan tak dihargai lagi.
“Ayo sumpah pocong, kalau warga salah dalam perjuangan menuntut legalitas Kampung Tua Tembesi Tower dengan dasar hukum SK Walikota Batam Nomor 105/HK/III/2004 tak diakui, biar warga kena tula. Tapi, kalau pejabat yang mempersulit tak mau mengeluarkan legalitas Kampung Tua Tembesi Tower, biar pejabat dan keluarganya kena tula,” tantang Fakhruddin.
Kepala Ombudsman Perwakilan Kepri, Dr Lagat Parroha Patar Siadari SE MH, dikonfirmasi terkait undangan monitoring hasil resolusi Nomor: T/1439/RM.02.03/0165.2020/VII/2024 tanggal 24 Juli 2024 dari Ombudsman RI tersebut, tak mau memberikan keterangan.
“Jangan dulu ya. Belum bisa dipublis, karena belum selesai pemeriksaan lanjutan. Masih info dikecualikan,” jawab Lagat.
Sementara itu, Kasubdit Evaluasi dan Pengawasan Pengunaan Lahan Badan Pengusahaan (BP) Batam, Noor Azizah, mengatakan, BP Batam akan memperhatikan investor yang telah membayar wajib tahunan otorita (WTO) tanpa mengabaikan kepentingan masyarakat.
“Soal warga Kampung Tembesi Tower, nanti akan disurvei dulu jumlah warga yang akan direlokasi. Kalau warga direlokasi, mereka memiliki legalitas mendapatkan tempat tinggal,” ujar Azizah.
Baca Juga: Warga Tembesi Tower Demo BP Batam
Sementara itu, Nur Afif, warga Tembesi Tower RT 1 RW 16 Tembesi Tower, mengaku tak mau direlokasi.
“Saya menolak direlokasi, itu harga mati. Saya sudah menempati lama di Kampung Tembesi Tower, saya sudah punya 2 orang anak dan 1 cucu di Kampung Tua Tembesi Tower,” ujar Nur Afif polos.
Dirinya berharap ke pemerintah, segera mendapatkan menerbitkan legalitas Kampung Tua Tembesi Tower.
Adapun David Henry, warga RT 1 RW 16 Tembesi Tower, mengatakan hal yang sama menolak direlokasi.
“Kami juga warga Indonesia yang dilindungi hak-haknya. Hak hidup, hak rumah tinggal. Kami warga Tembesi Tower, jangan dianggap saat mau pemilu dan pilkada saja. Sudah beberapa kali ganti Presiden dan kepala daerah, kami sudah menempati Tembesi Tower,” ujar David.
Sedangkan Widodo, warga RT 3 RW 16 Tembesi Tower, menyatakan tak mau direlokasi walaupun diiming-imingi tempat tinggal baru dan uang sagu hati. “Saya sudah lama tinggal di Tembesi Tower dan menganggapnya sebagai kampung sendiri,” aku Widodo. (asa)