BATAM (Kepri.co.id) – Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Provinsi Kepri, mencium “aroma” ada gelagat membunuh pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) Batam secara perlahan.
“Pengenaan pajak pengiriman barang ke luar Batam menyebabkan harga barang tidak kompetitif. Lama-lama usaha mereka jadi tutup,” ujar Ketua LCKI Kepri, Fisman F. Gea kepada wartawan di Nagoya, Rabu (26/4/2023).
Sebenarnya, kata Fisman, tak masalah bagi pelaku UMKM dikenakan pajak. Asalkan dilakukan transparan dan jelas pembayarannya ke mana.
“Fakta yang terjadi, pelaku UMKM atau masyarakat mau mengirim barang lewat pos swasta maupun BUMN, dibilang pajaknya sekian persen dari harga barang. Masyarakat terpaksa tak ada pilihan. Dibayar dulu, baru barang bisa dikirim,” ungkap Fisman.
Dari transaksi pengenaan pajak tersebut, analisa Fisman, bisa terjadi manipulasi harga. “Pertanyaannya, pajak yang sudah dibayar tersebut, apakah benar disetor ke negara sebesar itu atau tidak,” ujar Fisman.
Jujur, kata Fisman, dirinya pun belum pernah mendengar ada sosialisasi penerapan pajak pengiriman barang dari Batam ke luar Batam, termasuk berapa besaran pajak yang harus dibayar.
“Kenapa jenis komoditas barang yang satu dengan lainnya, berbeda-beda besaran pajaknya. Kenapa tidak disetorkan ke nomor rekening tertentu saja, sehingga menutup celah oknum penerima pajak bermain,” tanya Fisman.
Akan tetapi, menurut Fisman, pajak yang diterima negara dari pelaku UMKM atas pengiriman barang ke luar Batam, tentu tidak signifikan nilainya dibandingkan pajak cukai rokok, minuman beralkohol, pertambangan, labuh jangkar kapal di Selat Malaka, dan lainnya.
“Negara harus ariflah. Jangan menggunakan pukat harimau meningkatkan pajak. Biarkan pelaku UMKM hidup juga. Masih banyak sektor lain yang bisa dimaksimalkan untuk pendapatan negara,” saran Fisman, mantan anggota DPRD Kota Batam ini.
Seperti rokok Free Trade Zone (FTZ), kata Fisman, LCKI Kepri juga mendapatkan informasi baik dari masyarakat maupun pemberitaan, ada yang bocor ke luar FTZ tanpa pita cukai rokok.
“Yang seperti itu negara harus hadir mengejar pajaknya. Apalagi, rokok itukan merusak kesehatan, wajar jika pajaknya ditinggikan. Bisnisnya juga sudah konglomerasi korporasi,” ujar Fisman.
Akan tetapi, kata Fisman pula, usaha kecil berbasis masyarakat harus dibiarkan berkembang. Sejarah membuktikan, ketika Indonesia krisis moneter tahun 1998, pengusaha besar banyak yang kolaps. Pelaku UMKM yang bertahan.
“Kita tahu utang negara membengkak. Kalaupun negara memaksimalkan pajak, kenakanlah pajak kecil kepada pelaku UMKM, supaya pondasi ekonomi masyarakat kecil bisa berkembang,” terang Fisman.
Untuk membela pelaku UMKM ini, ungkap Fisman, LCKI Kepri akan menyurati Menteri Keuangan (Menkeu) dan Ombudsman RI tembusan ke Presiden.
“Kasihan pelaku UMKM kita mati suri akibat pengenaan pajak pengiriman barang ini. Kasihan juga ibu-ibu yang jual tas, sepatu, baju, parfum dan lainnya secara online, dengan harapan bisa membantu ekonomi keluarga, sekarang tak bisa jualan lagi karena harganya lebih mahal akibat pajak pengiriman barang,” ujar Fisman F. Gea prihatin.
Itu sebabnya, kata Fisman, pihaknya mempertanyakan apakah ada agenda tertentu untuk “mematikan” pelaku UMKM lewat pengenaan pajak pengiriman barang ini.
“Ibaratnya ginilah, kalau ada tikus di lumbung padi, silakan bunuh tikusnya jangan bakar lumbungnya. Kalau ingin meningkatkan pajak Kami dukung. Tapi, untuk UMKM kasihlah keberpihakan. Apalagi, tiga tahun lebih terpuruk pandemi Covid-19, bantulah usaha masyarakat kecil berkembang,” ujar Fisman.
Maksudnya, kata Fisman, kalau ada penyeludup memanfaatkan harga barang FTZ ke luar Batam, penyeludup yang ditangkap.
“Bukan mengorbankan masyarakat kecil, mengenakan pajak pengiriman barang hingga usaha masyarakat mati. LCKI Kepri akan tampil membantu masyarakat,” janji Fisman. (asa)