BATAM (Kepri.co.id) – Rapat Koordinasi (Rakor) Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Kota Batam 2023 di lantai 4 Kantor Pemerintah Kota (Pemko) Batam, membahas isu strategis pemanfaatan lahan dan mangrove untuk pengembangan wisata, Senin (24/7/2023).
Rakor GTRA ini dihadiri Walikota Batam, HM Rudi yang diwakili Sekretaris Daerah Kota (Setdako) Batam, Jefridin Hamid; Ketua DPRD Kota Batam, Nuryanto; Ketua Pengadilan Negeri Batam, Mashuri Effendi.
Hadir juga stakeholder perwakilan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) serta tamu undangan lainnya.
Direktur Landreform Direktorat Jenderal Penataan Agraria Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional Ir Dadat Dariatna MSi, mengatakan, rakor ini diharapkan bisa memunculkan penataan kembali struktur pemilikan penguasaan pemanfaatan tanah secara berkeadilan, melalui instrumen penataan aset dan diikuti penataan akses untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terealisasi.
Sehingga, inti dari pelaksanaan reforma agraria adalah mensejahterakan masyarakat di Kota Batam.
“Semoga dengan adanya Rakor GTRA ini, mampu mendorong sinergitas dan kolaborasi yang baik guna menyelesaikan permasalahan-permasalahan atau isu-isu berkaitan dengan agraria,” jelasnya.
Ketua DPRD Kota Batam, Nuryanto, menyambut baik dan mengapresiasi terselenggaranya kegiatan gugus tugas reforma agraria ini.
Pelaksanaan reforma agraria ini, merupakan agenda mewujudkan keadilan dalam penyelesaian ketimpangan penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah.
“Dengan adanya rakor ini, diharapkan dapat menjalin kerja sama serta kolaborasi demi memberikan pelayan yang terbaik untuk masyarakat, khususnya di Kota Batam ini,” tegas politisi PDI Perjuangan ini.
Sebagaimana diketahui, tambahnya, isu yang paling banyak ditemukan di Batam adalah penataan aset dan akses. Sehingga, kegiatan ini sangat diperlukan sebagai upaya pemerintah daerah mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat yang terus maju.
“Dari rakor ini,perlu ada identifikasi kendala dan akar permasalahan dalam bidang agraria dan pertanahan di Kota Batam. Baik dari segi konflik, data tanah objek reforma agraria, maupun hal lainnya yang menyangkut reforma agraria,” katanya.
Hal senada diungkapkan Setdako Batam, Jefridin Hamid, berharap melalui rakor dapat terbentuk penguatan aset pada kawasan mangrove.
“Tadi sudah dipaparkan ekosistem mangrove itu mempunyai lima fungsi. Fungsi fisik, fungsi kimia, fungsi biologis, fungsi manfaat ekonomi, dan fungsi geopolitik. Dikembangkan kawasan mangrove sebagai kawasan pariwisata, harapan kita dapat meningkatkan sumber pendapatan bagi masyarakat,” sebut Jefridin.
Ekosistem mangrove menjadi aset yang dapat dikelola, untuk meningkatkan kesejahteraan kepada masyarakat dengan cara kerja sama.
Diungkapkannya, ekosistem mangrove yang berada di dalam kawasan hutan lindung (HL dan HP) menjadi aset Pemerintah Provinsi yang pengelolaannya dilakukan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kepri.
“Untuk ekosistem mangrove yang berada di luar kawasan hutan sekitarnya, dapat menjadi aset Pemrintah Kota/ Kabupaten, yang akan ditingkatkan statusnya dengan sertifikasi dan selanjutnya dapat dikelola. Jika sudah difungsikan sebagai kawasan pariwisata, masyarakat dapat menjadikan sebagai daerah tangkapan ikan dan beragam hewan laut yang kehidupannya bergantung terhadap keberadaan mangrove,” paparnya. (amr)