BATAM (Kepri.co.id) – Polresta Barelang terus mencokok pelaku pemberangakatan pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal. Terbaru, Polresta Barelang menggerebek diduga tempat penampungan PMI nonprosedural di Ruko Komplek Bintang Raya Kelurahan Teluk kering, Kecamatan Batam Kota, Jumat (18/8/2023).
Dalam penggerebekan ini, polisi mengamankan 21 calon PMI non prosedural serta menangkap tiga pelaku yakni MT (37), SD (44), dan EY (42).
“Tersangka EY merupakan residivis kasus yang sama tahun 2016 dengan putusan pidana penjara selama dua tahun enam bulan,” ujar Kasat Reskrim Polresta Barelang, Kompol Budi Hartono, Selasa (22/8/2023).
Sebanyak 21 calon PMI non prosedural tersebut berasal dari Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Kalimantan Barat. Rencananya, 21 calon PMI non prosedural ini akan berangkat bekerja ke Australia dan New Zealand.
Keberhasilan pengungkapan ini berkat informasi masyarakat yang diterima Unit VI Satreskrim Polresta Barelang, terdapat calon PMI non prosedural yang ditampung di ruko tersebut.
“Memastikan kebenaran informasi tersebut, Unit VI Satreskrim Polresta Barelang menuju lokasi penampungan PMI non prosedural. Informasi tersebut benar, kita mengamankan dua orang tersangka awal berinisial MT (37) dan SD (44), beserta 21 calon PMI non prosedural di ruko tersebut,” kata Budi.
Saat dilakukan interogasi, ungkap Budi, kedua pelaku MT dan SD mengaku, 21 orang calon PMI non prosedural ini akan diberangkatkan bekerja ke Australia dan New Zealand.
Setelah dilakukan pengembangan, terdapat satu orang tersangka lainnya yakni EY (42) berperan sebagai pengurus atau CEO di Kota Batam, serta memberikan tempat fasilitas penampungan.
“Saat itu, tersangka EY (42) sedang berada di Jakarta dan pada Sabtu (19/8/2023) sekira pukul 18.00 WIB, tersangka berhasil kita amankan,” terangnya.
Ketiga tersangka memiliki peran masing-masing. Tersangka MT merupakan suami EY, menjemput para korban calon PMI non prosedural di Bandara Hang Nadim menggunakan mobil Toyota Rush hitam BP 1128 FF. Kemudian, ditampung di Ruko Bintang Raya, Kelurahan Teluk Tering.
Selanjutnya, tersangka SD berperan sebagai penjaga tempat penampungan. SD juga memberi makan sehari-hari calon PMI non prosedural, dan melaporkan setiap kegiatan keseharian mereka selama di penampungan kepada EY.
“Dari pekerjaannya itu, tersangka SD menerima keuntungan Rp250 ribu per orang dari tersangka EY secara transfer,” jelasnya.
Tersangka EY berperan sebagai pengurus calon PMI non prosedural di Kota Batam. Tak hanya itu, EY memiliki koneksi ke agency di Australia dan New Zealand yakni JAG (warga Australia).
“Tersangka EY sebagai pemilik yayasan bergerak bidang kursus Bahasa Inggris, barista, dan public speaking yakni Yayasan California Education Centre beralamat di Gedung Baverly Jalan Engku Putri Kecamatan Batam Kota,” bebernya.
Dalam praktek dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ini, tersangka EY mematok harga Rp50 hingga 85 juta per orang, kepada para calon PMI non prosedural sebagai biaya kursus bahasa calon PMI, tempat penampungan, serta kebutuhan lainnya hingga tiba di dua negara tujuan.
“Jumlah keuntungan yang diterima EY Rp11 juta, terdiri Rp5 juta untuk biaya les Bahasa Inggris calon PMI, Rp3 juta tempat penampungan, dan Rp3 juta lagi merupakan sisa dari pada tarif yang ditentukan EY yakni per orang Rp50 sampai 85 juta,” tuturnya.
Selain mengamankan tersangka, polisi turut menyita barang bukti satu unit mobil Toyota Rush hitam BP 1128 FF, delapan buah dokumen paspor, tujuh lembar bukti transfer ke rekening Yayasan California Education Centre.
Kemudian, satu lembar kwitansi pembayaran ke Yayasan California Education Centre, satu unit handphone (HP) merk Oppo hitam, satu unit HP merk Oppo biru metalik, satu unit HP merk Samsung berwarna hitam, satu buah buku rekening BRI atas nama Yayasan California Education Centre.
“Ketiga pelaku dijerat Pasal 81 Jo Pasal 83 UU RI Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 e KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar,” pungkasnya. (amr)