Sekolah Manusia

Dr Albert Efendi Pohan SPd MPd. (Sumber: dok albert efendi pohan)

Penulis: Dr Albert Efendi Pohan SPd MPd
Dosen Magister Manajemen Pendidikan
Universitas Riau Kepulauan (Unrika)

SECARA fundamental, sekolah diketahui, dipahami, disetujui, disepakati, dirancang, dikelola, dan diselenggarakan secara kontinum untuk mengembangkan potensi anak manusia secara sadar, agar dapat hidup sesuai tujuannya diciptakan sebagai manusia yang serius ber-Tuhan.

Pengembangan potensi yang dimiliki anak manusia, dilakukan melalui internalisasi aspek pengetahuan yang relevan, keterampilan hidup yang dibutuhkan, dan penguatan karakter mulia (karater moral, karakter sosial, karakter emosional, dan karakter spiritual) sebagai ciri manusia paripurna.

Maka, karakter ini dikembangkan melalui kegiatan intrakurikuler, ekstrakurikuler, dan kokurikuler secara sustain.

Selain itu, sekolah secara filosofis dimaknai sebagai tempat yang sangat nyaman, aman, indah, dialogis, dan dialektis untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan baru dan mengembangkan keterampilan hidup, agar dapat menjadi manusia yang maju dan berkembang.

Sebab, banyak manusia yang sudah maju melewati ruang dan waktu, namun tidak mengalami suatu perkembangan dalam hidupnya.

Secara imajinatif, sekolah manusia ini diilustrasikan sebagai suatu lembaga pendidikan yang seluruh komponen di dalamnya hidup bahagia lahir dan batin, terpenuhi hak lahiriah dan batiniah, tidak pernah menyesal dengan perbuatan baiknya, tidak memiliki kecemasan dalam menjalankan perannya sesuai fungsinya, tercipta proses belajar dan mengajar yang bermakna untuk mendorong siswa mampu berpikir jernih, berpikir kritis, dan berpikir secara kosmos dalam memecahkan persoalan.

Tujuan sekolah manusia ini, dirancang bukan untuk membuat siswa belajar dengan aturan yang sistematik, melainkan membuat siswa mau belajar dengan kesadaran yang paling tinggi, melalui sentuhan motivasi dan kasih sayang yang otentik yang diulurkan para gurunya.

Untuk mencapai esensi sekolah manusia ini, seluruh komponen penyelenggara sekolah (khususnya pemerintah, kepala sekolah, dan guru) harus benar-benar menjadi manusia yang seutuhnya, untuk menjalankan peranannya masing-masing secara alamiah, ilmiah, dan amaliah.

Pemerintah, adalah komponen yang berkedudukan paling kuat di dalam proses penyelenggaraan p endidikan, karena berfungsi sebagai master of decision maker.

Dalam konteks sekolah manusia, perihal yang paling dibutuhkan dari pemerintah adalah kebijakan dan regulasi yang dihasilkan dari proses ilmiah, yang sudah teruji secara empiris.

Sehingga, kebijakan dan regulasi yang ditetapkan dapat membangun egalitarianisme di tiap-tiap satuan pendidikan, memproteksi sekolah dari berbagai situasi yang tidak pasti, mendorong sekolah lebih mandiri, berinovasi, berkreasi dan berani mengambil tindakan strategis, bukan memenjarakan sekolah di dalam tirani politis dan ancaman administrasi dengan dalil regulasi dan kebijakan.

Untuk itu, harus memahami bahwa apa yang ditetapkan dan yang tidak ditetapkan pemerintah merupakan bagian dari kebijakan pemerintah.

Atas dasar ini, kebijakan dan regulasi fundamental, sekolah diketahui, dipahami, disetujui, disepakati, dirancang, dikelola, dan diselenggarakan secara kontinum untuk mengembangkan potensi anak manusia secara sadar, agar dapat hidup sesuai tujuannya diciptakan sebagai manusia yang serius ber-Tuhan.

 

Pengembangan potensi yang dimiliki anak manusia, dilakukan melalui internalisasi aspek pengetahuan yang relevan, keterampilan hidup yang dibutuhkan, dan penguatan karakter mulia (karater moral, karakter sosial, karakter emosional, dan karakter spiritual) sebagai ciri manusia paripurna.

Maka, karakter ini dikembangkan melalui kegiatan intrakurikuler, ekstrakurikuler, dan kokurikuler secara sustain.

Selain itu, sekolah secara filosofis dimaknai sebagai tempat yang sangat nyaman, aman, indah, dialogis, dan dialektis untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan baru dan mengembangkan keterampilan hidup, agar dapat menjadi manusia yang maju dan berkembang.

Sebab, banyak manusia yang sudah maju melewati ruang dan waktu, namun tidak mengalami suatu perkembangan dalam hidupnya.

Secara imajinatif, sekolah manusia ini diilustrasikan sebagai suatu lembaga pendidikan yang seluruh komponen di dalamnya hidup bahagia lahir dan batin, terpenuhi hak lahiriah dan batiniah, tidak pernah menyesal dengan perbuatan baiknya, tidak memiliki kecemasan menjalankan peran sesuai fungsinya, tercipta proses belajar dan mengajar yang bermakna untuk mendorong siswa mampu berpikir jernih, berpikir kritis, dan berpikir secara kosmos dalam memecahkan persoalan.

Tujuan sekolah manusia ini, dirancang bukan membuat siswa belajar dengan aturan yang sistematik, melainkan membuat siswa mau belajar dengan kesadaran yang paling tinggi, melalui sentuhan motivasi dan kasih sayang yang otentik yang diulurkan para gurunya.

Untuk mencapai esensi sekolah manusia ini, seluruh komponen penyelenggara sekolah (khususnya pemerintah, kepala sekolah, dan guru) harus benar-benar menjadi manusia yang seutuhnya, untuk menjalankan peranannya masing-masing secara alamiah, ilmiah, dan amaliah.

Pemerintah, adalah komponen yang berkedudukan paling kuat di dalam proses penyelenggaraan pendidikan, karena berfungsi sebagai master of decision maker.

Dalam konteks sekolah manusia, perihal yang paling dibutuhkan dari pemerintah adalah kebijakan dan regulasi yang dihasilkan dari proses ilmiah, yang sudah teruji secara empiris.

Sehingga, kebijakan dan regulasi yang ditetapkan dapat membangun egalitarianisme di tiap-tiap satuan pendidikan, memproteksi sekolah dari berbagai situasi yang tidak pasti, mendorong sekolah lebih mandiri, berinovasi, berkreasi dan berani mengambil tindakan strategis, bukan memenjarakan sekolah di dalam tirani politis dan ancaman administrasi dengan dalil regulasi dan kebijakan.

Untuk itu, harus memahami apa yang ditetapkan dan yang tidak ditetapkan pemerintah, merupakan bagian dari kebijakan pemerintah.

Atas dasar ini, kebijakan dan regulasi dari pemerintah merupakan aspek yang paling penting, untuk menciptakan sekolah manusia.

Kepala sekolah (top management), merupakan pimpinan tertinggi di satuan pendidikan, memiliki otoriti mengelola seluruh sumber daya sekolah.

Untuk itu, kepala sekolah harus membawa visi dan misi yang suci, mengembangkan sekolah dengan melibatkan seluruh komponen yang ada.

Memimpin dengan mencontohkan, bukan sekadar menginformasikan dan mengintruksikan kepada bawahan atau bahkan menekan dan mengancam.

Untuk mencapai visi dan misi sekolah, kepala sekolah harus menunjukkan peta jalan yang lurus dan jelas kepada setiap orang, agar mengetahui apa yang harus dikerjakan, dengan cara bagaimana serta siapa mengerjakan apa dan harus sampai di mana.

Dalam porsi ini, kepala sekolah harus menjalankan prinsip dan fungsi manajemen untuk mencapai tujuan dengan efektif dan efisien.

Selain itu, kepala sekolah harus memainkan seni memimpin dengan menunjukkan contoh kongkrit, sehingga komponen lainnya dapat mengikuti sebaik-baiknya.

Fungsi utama kepala sekolah, menjadi teladan dalam segala aspek untuk mendorong perubahan menuju titik kemajuan sekolah, melalui kesadaran dan keteladanan.

Guru, merupakan komponen yang paling utama penyelengaraan pendidikan dan proses pembelajaran. Namun, penting untuk direnungi bahwa “Tidak ada satu siswa yang benar-benar belajar dari seorang guru yang tidak ia sukai”.

Atas dasar ini, seorang guru harus mampu menjadi sosok yang dapat diterima siswa di dalam proses pembelajaran.

Guru harus mengajar siswa dengan kasih sayang, dengan kepedulian dan kepekaan terhadap kondisi siswa, guru harus mengenal siswa secara mendalam, membangun hubungan emosional yang sangat erat dengan siswa, menjalin komunikasi dan kerja sama yang baik dengan siswa dan orang tua, dan menjadikan kelas sebagai taman-taman surga, di mana setiap siswa hidup dan bersosialisasi dengan siswa lain di kelas itu dengan harmonis.

Tercipta hubungan yang manusiawi, di mana setiap orang dapat menerima keberadaan orang lain yang berbeda dengan dirinya.

Untuk mencapai hal itu, guru di sekolah manusia memiliki tugas utama yang harus diprioritaskan di dalam proses pembelajaran, yaitu mengajari siswa tentang nilai-nilai kemanusiaan, membentuk karakter siswa dan selanjutnya mengajarinya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan hidup yang dibutuhkan.

Dengan demikian, lulusan sekolah manusia diharapkan dapat memiliki dan menerapkan nilai-nilai ketaatan dalam menjalankan agamanya, nasionalisme dalam bernegara, empati dalam kehidupan sosial, ramah tamah dalam berkomunikasi, sabar dalam menghadapi kesulitan, disiplin dalam segala hal, jujur dalam segala hal, mampu bekerja sama dengan orang lain, memiliki kreativitas, inovasi, dan kejernihan berpikir serta memiliki tanggung jawab terhadap pilihan hidupnya.

Di penghujung goresan ini, dengan tegas kita sepakati, guru bukan hakim numeris dan alphabetis yang mengukur atau menghakimi siswa berdasarkan nilai ujian pada saat ini, akan tetapi guru bertugas menjadi model dan tontonan ideal secara langsung bagi siswa, bagaimana menjadi manusia yang sesungguhnya melalui interaksi di ruang-ruang kelas dan di lingkungan sekolah manusia.

Perlu diingat “jika guru gagal mendidik siswa di ruang kelas yang ukurannya hanya 6×8 Meter, kemungkinan besar mereka akan mengalami kegagalan di ruang yang lebih besar, yaitu di lingkungan masyarakat”.

Ketika siswa lahir dari rahim kelas yang diasuh oleh guru yang tidak berhasil menjadi model dan tontonan ideal bagi siswanya, mereka akan menjadi insan yang di dalam dirinya menempel masalah besar terhadap kehidupan manusia di sekelilingnya.

Misalkan, ketika mereka berada di jalan raya, mereka akan menjadi bencana bagi orang lain, ketika kelak mereka pemegang amanah, mereka bisa jadi penyebab kerusakan, ketika mereka menjadi pemimpin kelak, mereka akan mewariskan penderitaan kepada rakyatnya.

Bapak Ibu Guru Indonesia yang saya cintai, sesungguhnya kemajuan bangsa ini tergantung dari apa yang sudah sedang dan akan kita kerjakan di ruang-ruang kelas dengan siswa-siswi kita.

Bisa jadi, kerusakan moral manusia yang sedang sama-sama kita saksikan di tengah-tengah masyarakat pada saat ini, merupakan abstraksi dan implikasi dari seluruh kegiatan yang sudah kita lakukan di ruang-ruang kelas sebelumnya.

Untuk itu, mari kita perbaiki satuan-satuan pendidikan kita, ruang-ruang kelas kita untuk menghasilkan manusia paripurna menuju Indonesia Emas di 2045. ***