BATAM (Kepri.co.id) – Belum teratasi pemberangkatan pekerja migran Indonesia (PMI) secara ilegal lewat Provinsi Kepulauan Riau yang berbatasan dengan Singapura dan Malaysia, mengundang keprihatinan Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP-KPK).
“Sebenarnya, itu bisa diatasi dengan menjadikan layanan terpadu satu atap (LTSA) PMI yang berkantor di Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Batam, bisa memproses dokumen pra penempatan PMI tanpa harus pulang ke kampung halaman si PMI tersebut,” ujar Wasekjen 1 Komisi Nasional (Komnas) LP-KPK, Amri Abdi kepada wartawan di Bengkong, akhir pekan lalu.
LTSA sebagaimana amanah pasal 38 Undang-Undang (UU) Nomor 18 tahun 2017 tentang LTSA, kata Amri, bertujuan memudahkan proses pelayanan dokumen pra penempatan yang mudah, murah, cepat, berkualitas, serta terintegrasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/ kota.
Nah, kata Amri, LP-KPK menganalisa penyebab pemberangkatan PMI ilegal, karena tidak berfungsi peran LTSA dan rumitnya pelayanan dokumen pra penempatan PMI secara resmi.
Tidak berfungsi maksimal peran LTSA ini, ujar Amri, mengakibatkan PMI tidak bisa mendapatkan identity (Id) PMI. Karena Id PMI ini, sebagai pintu awal melakukan proses dokumen pra penempatan secara resmi.
Id PMI ini, hanya bisa diambil di daerah asal sesuai dengan kartu tanda penduduk (KTP) yang mengerjakan.
“Kenapa untuk mendapatkan Id PMI harus balik ke kampung halaman. Inilah pemicu, marak terjadi penempatan PMI ilegal,” ujar Amri.
Amri mencontohkan yang terjadi di Batam. Mereka (PMI) sudah sampai di Batam, tidak bisa berangkat secara resmi karena tidak bisa memperoleh Id PMI di LTSA Batam.
“Karena di LTSA tak dapat Id PMI, sehingga si PMI harus kembali ke kampung halaman mengurus pra dokumen. Karena salah satu syarat mendapatkan Id PMI secara resmi, harus mendapatkan izin orang tua,” jelas Amri.
Sesuai Pasal 5 UU Nomor 18 tahun 2017, selain izin orang tua, juga harus melampirkan KTP, kartu keluarga (KK), akte kelahiran, dan sebagainya. “Berapa biaya yang dikeluarkan PMI, harus pulang kampung memenuhi persyaratan tersebut,” ujarnya.
Kalau seperti ini terus dibiarkan, menurut Amri, menunjukkan fungsi layanan LTSA belum terintegrasi. Sementara, kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) sudah terintegrasi. Kalau ditekan nomor induk kependudukan (NIK) sudah terintegrasi di daerah mana asalnya, kabupaten mana, kecamatan mana, desa mana langsung semua terintegrasi.
“E-KTP sudah terintegrasi dengan NIK, memberikan informasi nama, tempat tanggal lahir, nama orang tua, dan sebagainya. Jadi, untuk apa balik ke kampung untuk memenuhi syarat dokumen pra penempatan PMI resmi,” ujar Amri.
Bukti e-KTP sudah terintegrasi, kehilangan KTP bisa melapor ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disduk Capil) di seluruh Indonesia, bisa dicetak KTP tersebut.
Demikian juga paspor, kalau kehilangan bisa melapor ke seluruh ke Kantor Imigrasi (Kanim) seluruh Indonesia.
“Kenapa mengurus Id PMI harus balik ke kampung halaman. Harusnya, cukup di LTSA Batam saja. Kalau harus balik ke kampung halaman, PMI mengeluarkan ongkos berapa, belum lagi proses awal dokumen sudah berapa uang yang dikeluarkan?” tanya Amri.
Menghindari biaya besar, ribet, serta habis waktu bolak-balik pulang kampung, kata Amri, mereka (PMI) menempuh jalan pintas “menembak” di pelabuhan mengurus dokumen pra penempatan.
“Akibatnya, kena peras mengeluarkan biaya sekian juta per orang, berangkatnya dari pelabuhan malam-malam. Kalaupun dokumennya tidak bisa main “tembak”, PMI itu lewat “jalur belakang” naik boat lewat pelabuhan tak resmi. Sehingga tenggelam meregang nyawa, barulah saling menyalahkan antara BP2MI dengan oknum aparat,” ujar Amri.
Ini terjadi kenapa? Menurut Amri, karena ada kebijakan pemerintah yang salah. Kenapa proses resmi penempatan PMI ini tidak dipermudah.
“Fakta pengaduan ke LP-KPK, sulit mengurus Id PMI ini, sehingga PMI banyak mengambil jalan pintas yang gampang saja,” ujar Amri.
Padahal, kata Amri, proses penempatan PMI ke luar negeri ini, ibarat air mengalir tidak bisa dibendung. Kalau dibendung, akan meluap melimpah ke mana-mana, dan mencari celah ke mana-mana. Akhirnya tidak karuan, menimbulkan masalah baru.
“Yang benar itu, harus dikanalisasi, dialirkan terus sampai ke hilir. Mudahkan saja apa yang menjadi hambatan dalam pengurusan dokumen pra penempatan PMI resmi,” saran Amri.
Jadikan LTSA Batam Sebagai Percontohan
Di Batam sudah ada LTSA yakni di Kantor BP2MI komplek Imperium Batam Centre. Di LTSA Batam Centre ini, penerapan dari pelaksanaan Pasal 38 UU Nomor 18 Tahun 2017 yang harus dilaksanakan.
Dalam LTSA Batam terdapat Imigrasi, Disduk Capil, Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), pelayanan kesehatan, dan sebagainya lengkap.
“Jadi, tidak perlu ke mana-mana, karena dalam LTSA tersebut petugas penempatan lengkap di situ. Jadi, kalau ada PMI yang mau mengurus dokumen pra penempatan, selesai di LTSA Batam saja. Kami berharap, LTSA Batam sebagai percontohan,” terang Amri.
Miris kita melihatnya, kata Amri, jika PMI “dipersulit” mendapatkan Id PMI. Padahal, PMI menghasilkan transfer uang ke penerima di negara asalnya (remitans) yang sangat besar untuk negara.
“Harapan kami, DPD RI dan DPR RI dapil Kepri dapat mengusulkan kembalinya one gate system penempatan PMI ke Singapura, untuk memudahkan controling dan protected terhadap para pahlawan devisa PMI. Sekaligus meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Kepri, serta demi percepatan pemulihan ekonomi nasional,” ujar Amri
Yang penting, Id PMI bisa dilayani di LTSA di mana saja di seluruh Indonesia. Sebagai yurisprudensi, kata Amri, BP2MI Nunukan, Kalimantan (perbatasan Malaysia Timur dengan Nunukan, mereka (PMI) yang dari Malaysia Timur visanya mati, pulang ke Indonesia melalui Nunukan, bisa berproses dokumen lengkap di BP2MI Nunukan.
Setelah itu, PMI bisa masuk lagi secara resmi ke Malaysia Timur tanpa harus balik kampung mengurus dokumen pra penempatan.
“Seharusnya Batam, apa yang dilakukan LTSA di Nunukan bisa dilakukan juga di LTSA Batam,” harap Amri.
Sehingga, tidak ada lagi perbedaan antara pengguna berbadan hukum atau pengguna perseorangan.
“Yang jelas, mereka (PMI) adalah warga negara kelas VVIP (very very important person), yang harus dilindungi dari ujung rambut sampai ke ujung kaki beserta keluarganya,” jelas Amri.
Itu sebabnya, lanjut Amri, LP-KPK berharap, LTSA Batam menjadi pilot project untuk memudahkan calon-calon PMI maupun pekerja migran yang sudah bekerja di Malaysia maupun Singapura, jika dokumennya ada yang mau mati, bisa ke luar dulu ke Batam mengurus dokumen dan kelengkapan-kelengkapan di LTSA.
“Setelah beres, PMI itu bisa berangkat lagi masuk secara resmi ke negara tempatnya bekerja,” usul Amri.
Kemudian, pesan Amri, warga Indonesia dari manapun baik dari Jawa, Lombok, dan dari mana-mana, ketika sudah sampai di Batam, PMI tidak perlu lagi harus ke kampung halaman atau mengambil jalan pintas.
PMI bisa mencari P3MI di Batam, atau perusahaan yang bisa menempatkan PMI ke luar negeri. Kemudian, bisa memohon permohonan Id PMI di LTSA Batam.
Di LTSA Batam, dilengkapi dokumen-dokumen pemberangkatan ke luar negeri sesuai amanah Pasal 13 UU Nomor 18 Tahun 2017.
“Sehingga, tidak ada lagi pemberangkatan PMI yang ilegal, proses resmi dapat dilaksanakan. Itu harapan kami dari LP-KPK” jelas Amri. (asa)