Warga Tembesi Tower Minta Mafia Lahan Diusut Tuntas, Orik: Surati Presiden Tolak Relokasi

  • Bagikan
Warga Kampung Tembesi Tower mengikuti zoom meeting online dengan Ombudsman Pusat dan BP Batam menyelesaikan legalitas Kampung Tembesi Tower, beberapa waktu lalu. (F. asa)

BATAM (Kepri.co.id) – Pengacara Warga Kampung Tembesi Tower, Orik Ardiansyah, telah mengirimkan surat tanggapan Resolusi Monitoring (Resmon) Ombudsman Pusat nomor T/1242/LM.29-K4/0105.2022/V/2023 tanggal 30 Mei 2013 tentang tindak lanjut hasil resolusi.

“Surat Resmon Ombudsman Pusat itu ambigu. Ombudsman Pusat minta warga Kampung Tembesi Tower, Badan Pengusahaan (BP) Batam, dan PT TPM duduk lagi membahas relokasi. Warga menuntut legalitas dan tak mau direlokasi,” ujar Orik Ardiansyah kepada wartawan di Batam Center, Kamis (15/6/2023).

Baca Juga: https://kepri.co.id/12/05/2023/warga-tembesi-tower-teriak-ada-mafia-lahan-orik-kalau-ada-mafia-lahan-supaya-diusut-tuntas/

Tanggapan warga atas surat Resmon Ombudsman Pusat tersebut, tertuang dalam surat nomor 14/SK/OA_A/VI/2023 tanggal 13 Juni 2023.

Tanggapan warga atas Resmon Ombudsman Pusat nomor T/1242/LM.29-K4/0105.2022/V/2023 tanggal 30 Mei 2013 tersebut, ditembuskan ke Presiden Joko Widodo, Menkopolhukam, Mendagri, Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/ BPN), Komisi 2 DPR RI, dan Ketua DPRD Batam sebagai perlindungan hukum warga, yang patut dilindungi dan diberikan hak-haknya, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tim Resmon Ombudsman Pusat saat turun ke Kampung Tembesi Tower mengumpulkan fakta empirik di lapangan, beberapa waktu lalu. (F. istimewa)

Tujuan menyurati para petinggi di republik ini, kata Orik, mencari keadilan apakah masih ada hukum di republik ini.

Perjuangan warga, ungkap Orik, sudah puluhan tahun menuntut legalitas Kampung Tembesi Tower sebagai kampung tua, berdasarkan Surat Keputusan Walikota Batam nomor 105/HK/III/2004 tanggal 23 Maret 2004 tentang penetapan wilayah Kampung Tua di Kota Batam.

SK Walikota Batam nomor 105/HK/III/2004 ini, waktu itu Walikota Batam Nyat Kadir. Kemudian, SK Walikota Batam ini ditindaklanjuti persetujuan prinsip oleh Otorita Batam nomor B/70/KA/III/2005 tanggal 30 Maret 2005 yang ditandatangani Ketua Otorita Batam (sekarang namanya Badan Pengusahaan Batam) Ismeth Abdullah.

Warga juga sudah melakukan uji legalitas yang dimiliki warga Kampung Tembesi Tower ke Ombudsman Perwakilan Kepri.

Dari Laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) Ombudsman Indonesia Perwakilan Kepri, mengeluarkan surat nomor B/0225/LM.24-05/0165.2020/IV/2021, bahwa BP Batam telah melakukan maladministrasi yakni penundaan berlarut atas permohonan warga mendapatkan legalitas Kampung Tembesi Tower.

Baca Juga: https://kepri.co.id/08/06/2022/setelah-puluhan-tahun-berjuang-akhirnya-legalitas-kampung-tua-tembesi-tower-akan-dilegalkan-walikota/

Bahkan, warga juga melakukan dua kali rapat dengar pendapat (RDP) dengan DPRD Kota Batam yang langsung dipimpin Ketua DPRD Batam, Nuryanto.

Hasil RDP pertama, DPRD Batam mengeluarkan rekomendasi nomor 047/170/III/2022 tanggal 8 Maret 2022.

“Poin penting rekomendasi tersebut, diharapkan Walikota Batam dan BP Batam untuk segera melakukan langkah-langkah terbaik demi kepentingan warga masyarakat Kampung Tembesi Tower,” ungkap Orik.

Rekomendasi DPRD Batam yang kedua nomor 110/170/VI/2022 tanggal 10 Juni 2022. Poin penting rekomendasi kedua ini, DPRD Batam menegaskan dan sambil menunggu proses mencari solusi bagi penerima hak pengelolaan lahan (PL), agar Pemko dan BP Batam beserta stakeholder melakukan langkah-langkah konkrit.

“Langkah konkrit arahan rekomendasi kedua ini, menentukan titik koordinat, luas pengukuran, dan legalitas sertifikat terhadap lokasi Kampung Tembesi Tower sebagai perkampungan tua Kota Batam,” ujar Orik.

Sampai pada puncaknya, lanjut Orik, Tim Resmon Ombudsman RI telah memanggil para pihak yaitu BP Batam, warga Kampung Tembesi Tower, dan PT TPM membahas penyelesaian Kampung Tembesi Tower di Marketing Centre Badan Pengusahaan (BP) Batam pada 10 Mei 2023.

“Dalam pertemuan itu, warga menolak direlokasi. Bahkan, ada warga yang berteriak mafia lahan. Saya bilang, kalau ada mafia lahan harus ditangkap dan diusut tuntas,” ujar Cak Orik, panggilan pengacara jebolan Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang ini.

Ketua RT 3 RW 16 Tembesi Tower, Syahrim Siketang, merasa heran sudah melakukan pengurusan legalitas mulai dari SK Walikota Batam, persetujuan prinsip Otorita Batam (sekarang namanya BP Batam), LAHP Ombudsman, dan rekomendasi DPRD Batam tapi BP Batam tak mau mengeluarkan legalitas.

“Padahal, dulu Pak Muhammad Rudi mau maju Walikota Batam pernah berjanji dan ada rekamannya, kalau beliau duduk dan menjadi ex officio Kepala BP Batam, akan gampang mengurus legalitas Kampung Tembesi Tower. Nyatanya, legalitas Kampung kami belum dikeluarkan,” ujar Syahrim.

Keheranan ini, kata Syahrim bertanya, apakah diduga ada mafia lahan. “Sebab, kampung Tembesi Tower itu pernah dialokasikan BP Batam ke pihak ketiga. Warga menolak, lalu pihak ketiga tersebut mengembalikan sebagian lahannya kepada BP Batam,” terang Syahrim.

Berikutnya, masih Syahrim, BP Batam kembali mengalokasikan sebagian lahan di Kampung Tembesi Tower kepada perusahaan pihak ketiga.

“Warga protes hingga perusahaan tersebut tak kunjung membangun. Terakhir, PT TPM dalam rapat dengan Resmon Ombudsman Pusat, mengaku membeli lahan dari perusahaan yang tidak membangun lahannya di Kampung Tembesi Tower,” ungkap Syahrim.

Ditambahkan Cak Orik, harusnya BP Batam mencabut izin dua pengalokasian lahan (PL) yang berada di Kampung Tembesi Tower.

Berdasarkan Peraturan Kepala (Perka) BP Batam nomor 10 tahun 2017 lanjut Cak Orik, pada bagian ketiga tentang peralihan dan pemberian hak sebagaimana diuraikan pasal 2 menyatakan, peralihan pengalokasian lahan wajib mendapat persetujuan tertulis dari BP Batam.

Pasal 3 menyatakan, peralihan hak hanya dapat dilakukan atas lahan yang telah lunas wajib tahunan Otorita, dan telah dilaksanakan pembangunan sesuai peruntukan.

Pasal 4 menyatakan, dalam hal peralihan hak tidak sesuai ketentuan pasal 2 dan 3, maka perolehan hak tersebut dinyatakan tidak sah dan tidak mengikat BP Batam secara hukum.

Sehingga BP Batam tidak akan memproses suatu permohonan yang berasal dari peralihan hak dimaksud. Dan melakukan pembatalan pengalokasian lahan

Kemudian Perka BP Batam Nomor 27 Tahun 2017 bagian ketiga tentang peralihan hak atas tanah pasal 32 ayat (5) menyatakan, izin peralihan hanya dapat dilakukan atas lahan yang telah lunas UWT dan telah dilaksanakan pembangunan sesuai peruntukan, berdasarkan rencana bisnis yang disepakati dalam perjanjian pengalokasian lahan.

Selanjutnya, kata Orik, Perka BP Batam nomor 3 tahun 2020 Bab VI menyatakan, peralihan hak atas atas tanah pasal 33 ayat (2), dapat dilakukan di atas tanah yang sudah memiliki sertifikat hak atas tanah dan tidak dalam proses evaluasi.

“Dari rangkaian-rangkaian di atas, ditambah lagi Resmon Ombudsman Pusat menyarankan duduk bersama membahas lagi karena warga tak mau direlokasi, makanya kami surati petinggi republik ini mempertanyakan apakah masih ada keadilan di republik ini,” ujar Cak Orik.

Sebenarnya, kata Cak Orik, Resmon Ombudsman Pusat sesuai UU Nomor 25 Tahun 2029 tentang pelayanan publik dalam pasal 50 ayat 1, penyelenggara wajib memutuskan hasil pemeriksaan pengaduan paling lambat 60 hari sejak berkas pengaduan dinyatakan lengkap.

Ayat 2, kata Cak Orik, keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan kepada pihak pengadi paling lambat 14 hari sejak diputuskan.

“Kalau bicara hitung-hitungan waktu, sudah berapa tahun Resmon Ombudsman Pusat belum mengeluarkan putusan rekomendasi. Sehingga kita harapkan Ombudsman Pusat segera menerbitkan rekomendasi. Jangan sampai Ombudsman Pusat melakukan maladministrasi dalam pekerjaannya,” kata Cak Orik mengingatkan. (asa)

  • Bagikan