Komisi VII DPR Bahas Peluang Pasir Laut Kembali Dibuka

F. repro

BATAM (Kepri co.id)– Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Muhammad Rudi, menyambut rombongan Komisi VII DPR RI di Balairung Sari BP Batam, Rabu (11/5/2022).

Lawatan ini dilaksanakan bersempena dengan DPR RI yang telah memasuki masa reses persidangan VI tahun didang 2021-2022.

Secara khusus, Komisi VII DPR RI membidangi Energi, Riset dan Inovasi, serta Industri ini membahas mengenai pertambangan pasir laut di Provinsi Kepulauan Riau.

Kepala BP Batam, Muhammad Rudi memberikan pandangan atas wacana Komisi VII DPR RI membahas harmonisasi perizinan pertambangan pasir laut Kepri di Balairung Sari BP Batam, Rabu (11/5/2022). (F. dok humas bp batam)

Hadir dalam kegiatan ini, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Ditjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sugeng Mujianto; Wakil Gubernur Kepulauan Riau, Marlin Agustina; Bupati Karimun, Aunur Rafiq.

Hadir juga Bupati Lingga, M Nizar; Plt Bupati Bintan, Roby Kurniawan; Wakil Walikota Tanjungpinang, Endang Abdullah; Asosiasi Pengusaha Pasir Laut Nasional; Asosiasi Pengusaha Air Laut; serta unsur kepala derah lainnya.

Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, mengatakan, pada prinsipnya, BP Batam mendukung kebijakan yang diterbitkan pemerintah pusat.

Namun, Rudi menegaskan, perlu mendalami lebih lanjut sektor lingkungan sebagai dampak dari pertambangan pasir laut tersebut.

“Jangan sampai masyarakat kita yang bermata pencaharian nelayan, aktivitasnya terganggu akibat kegiatan pertambangan ini. Itu yang harus kita hindari,” kata Rudi.

Ia berharap, hasil pertemuan tersebut menjadi pertimbangan banyak pihak dan melahirkan kebijakan yang membawa manfaat bagi masyarakat.

Ketua Rombongan sekaligus Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno, mengatakan, pertambangan pasir laut berperan penting untuk pertumbuhan ekonomi dan membantu pembangunan daerah, karena berpotensi menambah pendapatan negara.

Meski demikian, maksimalisasi dari pertambangan pasir laut harus mengikuti kententuan dan peraturan yang telah ditetapkan.

“Pelaku usaha harus mengacu pada perizinan yang telah ditetapkan Kementerian ESDM, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),” kata Eddy.

Menurut Eddy, harmonisasi antar perizinan harus dilaksanakan dengan baik, termasuk perihal koordinasi dengan para kepala daerah.

“Meski peraturan ditetapkan pemerintah pusat, namun pelaksana di lapangan harus sepengetahuan kepala daerah setempat,” tegas Eddy.

Pertemuan tersebut juga membahas, mengenai kegiatan ekspor pasir laut yang masih belum diizinkan pemerintah pusat dalam dua dekade terakhir.

Oleh karena ekspor pasir laut bernilai ekonomi tinggi, Eddy menegaskan, perlu ada pengaturan lebih lanjut, baik dari sisi perizinan ekspor dan analisis dampak lingkungan (AMDAL) atas lokasi pertambangan yang dipilih.

“Hasil pertemuan ini akan menjadi pekerjaan rumah untuk Komisi VII DPR RI, agar dilanjutkan dalam rapat gabungan antara Kementerian ESDM, KKP, dan Kementerian Perhubungan, setelah masa reses ini selesai,” tutup Eddy. (asa)