ALMI Desak Pemerintah Tuntaskan Tumpang Tindih Kewenangan Pemanduan dan Pelabuhan di Batam

ALMI Desak Pemerintah Tuntaskan Tumpang Tindih Kewenangan Pemanduan dan Pelabuhan di Batam
F. Dok Osman Hasyim

BATAM (Kepri.co.id) – Aliansi Maritim Indonesia (ALMI) Batam menyuarakan keprihatinan mendalam, atas carut-marut kewenangan di bidang pelayaran dan kepelabuhanan yang hingga kini belum menemukan titik terang.

Ketua ALMI Batam, Osman Hasyim, menegaskan, persoalan tumpang tindih kewenangan antar instansi terkait bukan sekadar masalah administratif, tetapi sudah berdampak langsung terhadap jalannya pelayanan pelayaran, kegiatan ekspor-impor, hingga kestabilan perekonomian Batam dan nasional.

”Jika masalah ini terus dibiarkan tanpa solusi konkret, industri maritim kita bisa terguncang. Arus logistik akan terganggu, suplai kebutuhan masyarakat dan industri bisa terhambat,” tegas Osman di Batam Centre, Selasa (7/10/2025).

Menurut ALMI dam beberapa asosiasi kepelabuhanan, praktisi, dan akademisi maritim, kata Osman, hampir seluruh kegiatan ekonomi di Batam bergantung pada kelancaran arus kapal dan barang di pelabuhan serta terminal khusus.

Situasi yang tidak pasti ini. membuat banyak pihak di lapangan — mulai dari petugas pemanduan, perusahaan jasa penundaan, hingga operator pelabuhan — berada dalam posisi serba salah.

”Mereka takut salah langkah. Ada kekhawatiran diperiksa aparat, terseret persoalan hukum, bahkan terancam pidana, padahal mereka hanya menjalankan tugas,” tambah Osman.

ALMI mencatat, ketidakpastian hukum ini sudah menimbulkan dampak psikologis dan ekonomi. Kapal-kapal mulai enggan berlabuh di Batam, karena khawatir terlibat dalam persoalan hukum yang belum jelas arahnya. ”Kalau ini dibiarkan, kepercayaan dunia pelayaran terhadap Batam bisa turun drastis,” ujarnya.

Aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Petikemas Batuampar, baru-baru ini. (F. Rud/ BP Batam)

Untuk itu, ALMI mendesak pemerintah pusat, Badan Pengusahaan (BP) Batam, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), serta aparat penegak hukum duduk bersama mencari solusi komprehensif.
Penyelesaiannya, kata Osman, harus mempertimbangkan aspek hukum (azas yuridis), manfaat ekonomi (azas manfaat), hingga kepentingan strategis nasional.

”Batam bukan hanya urusan lokal. Sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, Batam adalah barometer perekonomian Indonesia. Jika pelabuhan Batam terganggu, dampaknya bisa berantai ke berbagai sektor nasional,” tegas Osman.

ALMI menilai, persoalan yang muncul saat ini bukan semata kesalahan satu pihak, melainkan kesalahan kolektif akibat pembiaran kebijakan masa lalu.

Dualisme kewenangan antara BP Batam dan KSOP, kata Osman, telah menciptakan kebingungan di lapangan, termasuk potensi tumpang tindih pungutan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada satu objek yang sama — sesuatu yang jelas tidak boleh terjadi secara hukum.

”Pada prinsipnya, tidak boleh ada dua kewenangan yang bertabrakan. Ini harus segera ditata ulang, agar dunia maritim Batam kembali kondusif,” tegas ALMI menutup pernyataannya.

Dengan nada penuh keprihatinan, ALMI berharap, pemerintah segera hadir memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi pelaku jasa kepelabuhanan.

”Jangan biarkan mereka bekerja dalam ketakutan. Yang kita butuhkan sekarang adalah kepastian dan keberpihakan terhadap kelancaran ekonomi maritim Indonesia,” pungkas Osman. (asa)

BERITA TERKAIT:

ALMI Nilai Tarif Bongkar Pelabuhan Peti Kemas Sudah Sesuai Kajian BP Batam

Sengkarut Industri Maritim dan Pelayaran di Batam – Antara Regulasi, Kekuasaan, dan Masa Depan Ekonomi Maritim Nasional

Wakil Kepala BP Batam Tinjau Persiapan Pengoperasian 4 STS Crane dari China

Exit mobile version