Teori Evolusi Muchid Albintani, Mengingatkan Manusia untuk Menjaga Kefitrahan

F. dok muchid albintani

PEKANBARU (Kepri.co.id) – Membaca buku Teori Evolusi; Dari Ahad Kembali Ke Tauhid (Bunga Rampai Esai-Esai Akhir Zaman) karangan Dr Muchid Albintani MPhil, sekilas mengingatkan manusia, bahwa awal ia diciptakan dari Allah SWT dan akan kembali ke Allah SWT.

Awal manusia diciptakan adalah untuk mengabdi kepada Allah SWT, dalam rangka menjalankan aturan Allah SWT (dalam rahim).

Buku Teori Evolusi Dari Ahad Kembali ke Tauhid ini, bisa didapatkan di belanja online Shopee. (F. dok muchid albintani)

Maka ketika terlahir di dunia, manusia tersebut harus siap mengorbankan jiwa, raga, dan nyawa-nya untuk kepentingan diri sendiri, agar ketika kembali (mati) tetap dalam keadaan berserah diri kepada Allah SWT (tetap mentauhid Allah SWT).

Pemapar Buku: Sudaryanto, Mahasiswa Pasca Sarjana S3 Administrasi Publik Universitas Riau. (F. dok sudaryanto)

Hanya saja, Muchid Albintani dalam sampul bukunya menggunakan mahluk hidup monyet, sebagai awal perkembangan manusia (dari monyet ke manusia).

Penulis rasa, kurang pas. Karena manusia bukan berasal dari kera/ monyet yang berevolusi. Manusia adalah manusia sejak awal diciptakan Nabi Adam, hingga manusia akhir zaman tetap dalam keadaan manusia.

Pola pikirnya saja yang akan membawa jati dirinya, sebagai mahluk Allah SWT yang paling mulia mengalahkan Malaikat, jika menghambakan diri kepada Sang Pencipta.

Sebaliknya, menjadi mahluk yang sama atau lebih hina dari binatang, ketika menggunakan hawa nafsunya.

Oleh karena itu, menurut saya, akan lebih baik jika di cover buku menggunakan manusia yang kecil atau bayi yang bersih, suci menggunakan popok dan disambungkan dengan manusia dewasa yang dikafani juga dengan kain putih, lambang kebersihan dan kesucian. Sehingga, menurut saya perlu direvisi dengan edisi yang baru.

Muchid Albintani, sang penulis buku yang juga dosen di Universitas Riau, Pekanbaru. (F. dok muchid albintani)

Berkaitan dengan contoh kasus corona virues disease 19 (Covid-19) yang diambil Muchid, sudah sangat relevan jika dikaitkan dengan fenomena lainnya sebagai musibah, yang pada dasarnya berasal dari Allah SWT. Suka atau tidak suka.

Segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah, tidak ada satu aktivitas pun yang luput dari pandangan Allah SWT.

Tinggal peran manusia saja lagi, mau berperan dalam hal kebaikan yang akan menjaga eksistensinya sebagai mahluk yang berasal dari yang satu/ Allah SWT dan akan kembali untuk mentauhidkan-Nya.

Mengingat, apa saja kebaikan yang datang kepada manusia berasal dari Allah SWT, dan kejelekan yang datang/ musibah dari kesalahan manusia itu sendiri.

Bisa saja manusia membiarkan dirinya dalam berbuat kesalahan, atau ia lebih memiliki untuk senantiasa berbuat baik.

Secara politis, maka yang perlu dijaga bukan lah kekuasaan, tapi bagaimana agar anak, generasi selanjutnya tetap tegak dalam penghambaan diri kepada Allah SWT.

Sebab, kalau diarahkan kepada kekuasaan, maka cenderung kepada sifat monyet/ binatang yang akan berebut kekuasaan, bahkan menghadapi orang tuanya sekalipun.

Seperti binatang, maka akan terjadi pertumpahan darah antara orang tua dan anak. Potensi ini kalau dibiarkan ke depan, bisa jadi terwujud. Maka ideologis tauhid akan menghasilkan generasi yang bertauhid juga.

Muchid Albintani sebagai intelektual, akademis, dan dosen menuangkan gagasan keilmuannya dalam banyak buku seperti contoh tiga judul buku ini. (F. dok muchid albintani)

Pembahasan yang dirangkum dalam buku ini sudah sangat bagus, ada tentang Idul Fitri di rumah saja. Memang menjadi benturan, ketika masjid/ musala, tempat ibadah yang bersih dan suci, kurang diterima dibandingkan dengan tempat keramaian lainnya yang sandal/ sepatu boleh masuk dan keluar toilet tanpa harus melepaskannya.

Syarat bertauhid pun jelas lebih bersih dan suci, yakni tidak berhadas dan najis secara pribadi, dibandingkan dengan tempat keramaian seperti pasar yang semua orang boleh masuk; mandi atau tidak mandi, berhadas atau tidak, najis atau tidak.

Buku ini sebenarnya juga mengajak pembaca untuk hidup bersih dalam pandangan Yang Maha Kuasa, bukan hamba/ mahluk. (asa)

Pemapar buku: Sudaryanto, Mahasiswa Pasca Sarjana S3 Administrasi Publik Universitas Riau.