JAKARTA (Kepri.co.id) – Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) yang menaungi 2.000 lebih media start up dan media kecil, membahas peluang, hambatan, ancaman dan kekuatannya pada Rakernas SMSI di Ancol, Jakarta Utara, Senin (18/2/2024) malam.
Meskipun seringkali dianggap kecil dan hanya sebagai komoditas alias alat tawar-menawar, di era revolusi industri 4.0 yang ditandai digitalisasi dan hilirisasi informasi ini, konsep besar dan kecil telah bergeser. Media besar dan kecil sama-sama punya hak hidup.
Sekarang ini terdapat perubahan perilaku. Masyarakat menjadi yang memproduksi informasi, bahkan kemudian mengubah media menjadi konsumen.
Hal ini mengindikasikan, media yang tidak beradaptasi akan tertinggal.
Bergesernya peran media, kemudian diperparah lahirnya konsep Peraturan Presiden (Perpres) tentang Publisher Right yang menjadi ancaman terhadap kemerdekaan pers dan bisnis ribuan media start up.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, menyatakan, pemerintah memiliki wewenang menghadirkan digital yang adil, akuntabel, aman, dan inovatif.
Supaya menghadirkan fair playing field dalam ekosistem digital nasional. Menkominfo hadir sebagai pembicara, pada Konvensi Nasional Media Massa dalam memperingati Hari Pers Nasional di Ancol, Jakarta, Senin (19/2/24).
Menkominfo mengingatkan Dewan Pers, agar segera menyiapkan tindak lanjut setelah R-Perpres disahkan.
“Apabila sudah disahkan, komite yang menjalankan Perpres itu perlu segera dibentuk. Kita akan mencoba masa transisi selama enam bulan, dan melakukan tindak lanjut sejak penetapan oleh Presiden,” ujarnya.
Perpres tersebut tampaknya lebih melindungi media arus utama dan para pemegang kepentingan besar. Sehingga, mengancam eksistensi media start up dan mengurangi esensi media sebagai pilar keempat.
“Negara ini sedang tidak baik-baik saja. Negara ini sakit karena persnya sakit. Penting adanya penataan ulang,” demikian seperti terlontar dalam Rakernas SMSI di Ancol, Jakarta Utara, Senin (18/2/2024) malam.
Pengurus SMSI yang dinobatkan Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai organisasi media siber terbesar di Indonesia ini, berjuang menghapuskan pasal verifikasi dalam Perpres. Sementara, ribuan anggotanya di daerah terus bertahan.
Forum rakernas yang diikuti seluruh pengurus pusat dan perwakilan SMSI di 38 provinsi di Indonesia, memandang Perpres Publisher Right berbanding terbalik dengan penerbitan Perpu Kedaulatan Digital, yang menjadi penting karena mencerminkan kerangka hukum yang lebih baik, mengatur lingkungan digital yang terus berkembang pesat.
Undang-Undang (UU) Kedaulatan Digital dapat menjadi instrumen yang efektif, untuk mengatasi tantangan-tantangan yang timbul dalam dunia digital. Seperti keamanan data, privasi, kejahatan cyber, dan pengaturan konten online.
UU Kedaulatan Digital merupakan undang-undang yang bertujuan, mengatur dan melindungi kedaulatan negara dalam ranah digital.
Hal ini mencakup berbagai aspek. Termasuk pengaturan penggunaan data, perlindungan privasi online, keamanan cyber, regulasi platform digital, serta pengelolaan konten digital yang sesuai nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Dengan menerbitkan Perpu UU Kedaulatan Digital, pemerintah dapat memberikan kerangka hukum yang jelas dan kuat, untuk mengatur berbagai aspek kehidupan digital.
Ini akan membantu menciptakan lingkungan digital yang lebih aman, terpercaya, serta dapat diandalkan bagi masyarakat dan bisnis.
Selain itu, UU Kedaulatan Digital dapat menjadi landasan bagi inovasi dan pertumbuhan ekonomi di era digital ini, dengan memberikan kepastian hukum bagi pelaku bisnis dan investor, dalam mengembangkan teknologi dan layanan digital.
UU Kedaulatan Digital relevan dengan persoalan yang dihadapi media start up, terkait dengan perlindungan terhadap kebebasan berekspresi, hak cipta, dan keberlanjutan bisnis mereka dalam lingkungan digital yang semakin kompleks.
Jika Perpres Publisher Right diberlakukan tanpa kerangka hukum yang kuat, seperti UU Kedaulatan Digital, media start up rentan terhadap dampak negatif, termasuk Pembatasan hak cipta.
Perpres Publisher Right memberikan keleluasan yang lebih besar kepada penerbit arus utama atas konten yang dihasilkan, mengurangi akses dan kemampuan media start up, untuk menggunakan dan mendistribusikan konten secara bebas.
UU Kedaulatan Digital dapat membantu memastikan, hak cipta diatur adil dan seimbang, melindungi kepentingan media start up.
Ketergantungan pada Platform Besar
Media start up mungkin terpaksa mengandalkan platform besar yang memiliki kekuatan, untuk memengaruhi distribusi konten online.
UU Kedaulatan Digital dapat mengatur platform-platform ini, untuk memastikan bahwa kepentingan media start up diakui dan dilindungi dalam lingkungan digital.
Pembatasan yang diakibatkan Perpres Publisher Right, dapat menghambat pertumbuhan dan keberlanjutan bisnis media start up, mengurangi pluralitas media dan keragaman opini dalam masyarakat.
UU Kedaulatan Digital dapat menciptakan kerangka hukum, yang mendukung inovasi dan pertumbuhan media start up.
Sehingga, memastikan keberlanjutan ekosistem media yang sehat dan beragam.
Dengan demikian, UU Kedaulatan Digital menjadi penting melindungi kepentingan media start up, dan memastikan keberlangsungan mereka dalam menghadapi tantangan dari regulasi seperti Perpres Publisher Right.
Pada bagian lain penerbitan Perpu sebagai pengganti UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, penting untuk menata ulang kehidupan pers di Indonesia.
Perpu tersebut penting, karena ada kebutuhan akan hukum yang lebih adaptif sesuai dengan perkembangan zaman, terutama dalam era digital seperti sekarang ini.
Selain itu, Perpu ini penting, agar masyarakat pers, tidak tercerabut dari akar kemerdekaan pers akibat ulah “predator” media yang berwajah pers.
Perlunya adaptasi kemerdekaan pers terhadap perkembangan teknologi, merupakan salah satu alasan mengapa hal ini harus dilakukan.
UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang telah ada, mungkin tidak lagi sesuai kondisi dan tantangan yang dihadapi industri pers di era digital.
Dengan menerbitkan Perpu sebagai penggantinya, pemerintah dapat menciptakan regulasi yang lebih relevan dan adaptif, terhadap perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin cepat.
Selain itu, UU pengganti ini memberi perlindungan terhadap kebebasan pers, sebagai aspek yang sangat penting dalam demokrasi.
Dengan menata ulang kehidupan pers melalui Perpu, pemerintah dapat memastikan kebebasan pers tetap terjaga dan dilindungi, sambil tetap memperhatikan aspek-aspek lain. Seperti tanggung jawab sosial dan etika jurnalistik.
Perpu baru juga dapat mencakup ketentuan-ketentuan yang lebih kuat, dalam melindungi jurnalis dan media dari tekanan atau intervensi yang tidak semestinya.
Baik dari pihak pemerintah maupun pihak swasta. Hal ini penting, untuk menjaga independensi dan integritas profesi jurnalistik.
Dengan menciptakan kerangka hukum yang lebih kondusif, Perpu baru dapat memberikan insentif bagi inovasi dan pertumbuhan industri pers, termasuk media start up.
Ini akan membantu menciptakan lingkungan yang lebih dinamis, dan kompetitif bagi pelaku industri pers di Indonesia.
Dengan demikian, penerbitan Perpu sebagai pengganti UU Nomor 40 Tahun 1909 tentang Pers, menjadi langkah penting menata ulang kehidupan pers di Indonesia, agar lebih sesuai tuntutan zaman.
Oleh karena itu, forum rapat kerja nasional SMSI yang memenuhi Aula Hotel Candi Bentar Ancol Jakarta, mengajukan permintaan kepada Presiden:
Pertama, membuat Perpres baru atau memperbarui UU IT (Informasi dan Teknologi), dengan menerbitkan Perpu UU Kedaulatan Digital.
Kedua, mengatur kembali kehidupan masyarakat pers dengan menerbitkan perpu sebagai pengganti UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. (asa)