Ombudsman Sarankan Kembali Lakukan Dialog Maksimal, Sebelum Relokasi di Rempang

Warga Rempang dan Galang melakukan demo di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Senin (12/9/2023). (F. amr)

BATAM (Kepri.co.id) – Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepri, Lagat Siadari menyarankan pemerintah kembali melakukan dialog maksimal melakukan relokasi masyarakat di Pulau Rempang.

Bentrok yang terjadi di jembatan 4 Barelang pada Kamis (7/9/2023) lalu, disarankan Ombudsman, peristiwa tersebut tidak boleh terulang kembali, karena memantik suasana panas dan dikawatirkan menggangu kondusivitas di Kota Batam.

Lagat menuturkan, pihaknya menilai pemerintah belum memaksimalkan upaya dialog ataupun musyawarah dengan masyarakat, dan sebaiknya tidak memaksakan relokasi sebelum menempuh upaya dialog tersebut semaksimal mungkin.

Ombudsman menilai, benar telah dilakukan sejumlah pertemuan dan sosialisasi. Namun, hal itu tidak serta merta melegalisasi relokasi yang masih ditolak masyarakat.

Informasi relokasi ini baru tersiar setelah dibentuk tim percepatan pengembangan investasi ramah lingkungan (green investment) di kawasan Rempang, Kota Batam, melalui Keputusan Menteri Investasi/ Kepala BKKPM Nomor 174 Tahun 2023 tanggal 13 Juli 2023 lalu.

“Namanya investasi ramah lingkungan, sepatutnya juga cara pemerintah akan merelokasi masyarakat Rempang juga harus ramah. Masyarakat di sana sudah turun-temurun berdiam di sana, masa dalam jangka waktu singkat tidak sampai dua bulan mereka harus dipaksa direlokasi,” tutur Lagat via pesan teks WhatsApp pada Minggu (10/9/2023).

Pemerintah pusat dan daerah, saran Lagat, harus memikirkan kembali solusi lain merelokasi warga, karena masyarakat menolak opsi yang telah ditawarkan.

“Oleh karena itu, Ombudsman berharap dihentikan dulu upaya relokasi untuk menjaga suasana kondusif di sana,” ujar Lagat

Ia juga menyampaikan, agar pemerintah dalam rencana mengembangkan Pulau Rempang menjadi proyek kawasan eco city dengan investasi yang sangat besar, diharapkan berdampak ekonomi positif bagi wilayah sekitar, seharusnya lebih bijak dan berkeadilan dalam merelokasi masyarakat Rempang, dan mempertimbangkan mempertahankan kehidupan sosial dan budaya masyarakat di sana.

Apalagi, masyarakat Rempang yang diklaim berjumlah 10 ribu jiwa berdiam di atas 16 kampung tua, telah dihuni turun-temurun bahkan sejak tahun 1834. (amr)