Bekuk Dua Penyalur PMI Ilegal dari Surabaya

Kapolsek Lubukbaja, Kompol Yudi Arvian menginterogasi dua penyalur PMI Ilegal di Mapolsek Lubukbaja, Senin (16/10/2023). (F. amr)

BATAM (Kepri.co.id) – Unit Reskrim Polsek Lubukbaja, membekuk dua penyalur Pekerja Migran Indonesia (PMI) non prosedural atau ilegal.

Keduanya berinisial HE (49) dan NB (48) dengan korban empat orang yang akan diberangkatkan ke Malyasia.

Kapolsek Lubukbaja, Kompol Yudi Arvian, mengatakan, pengungkapan kasus ini berawal pada Selasa (19/9/2023) empat orang calon PMI ilegal berinisial M, I, AR, dan J bersama pelaku NB diamankan Polsek Bandara Hang Nadim Batam.

Selanjutnya anggota Polsek Bandara Hang Nadim menghubungi anggota Opsnal Polsek Lubukbaja, untuk melakukan pengembangan yang mana terhadap pelaku HE berada di wilayah Lubukbaja.

Kemudian Polsek Bandara Hang Nadim dan Opsnal Polsek Lubukbaja, melakukan penyelidikan di Perumahan Windsor Park Kelurahan Lubukbaja.

“Dari perumahan itu, diamankan lagi satu orang pelaku HE, yang menyuruh pelaku NB menjemput empat calon PMI yang datang dari Surabaya ke Batam. Selanjutnya, pelaku NB dan HE bersama empat orang calon PMI dibawa Kepolsek Lubukbaja untuk diproses lebih lanjut,” kata Yudi, Senin (16/10/2023).

Disampaikan Yudi, para korban berasal dari Surabaya yang akan di berangkatkan ke Malaysia, dengan keuntungan para pelaku Rp300 per orang. Para korban kenal dengan pelaku NB dari perekrutnya berinisial NS, yang saat ini masih daftar pencarian orang (DPO).

“NS sebagai perekrut yang mengurus keberangkatan dari Surabaya, dan memberikan nomor telepon pelaku NB. Ketika korban sudah sampai di Bandara Hang Nadim Batam, kemudian korban menghubungi pelaku NB untuk menjemput korban,” paparnya.

Barang bukti yang diamankan berupa dua unit handphone, beberapa paspor, beberapa lembar boarding pass, satu unit mobil, STNK, dan kunci mobil.

“Atas perbuatannya, tersangka diancam Pasal 81 Jo Pasal 83 UU RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar,” imbuhnya. (amr)