Kasus Dugaan Penipuan Jual-beli Ruko di Mitra Raya 2 Berakhir Damai Via Restoratif Justice

Ketua Tim Hukum PT JPK, Zevrijn Boy Kanu dan Tim PH, Ade Dermawan, memberikan keterangan pers ke awak media di Pacific Palace Hotel Batuampar, Batam, Kamis (5/9/2024. (F. now)

BATAM (Kepri.co.id) – Dugaan penipuan jual-beli ruko antara PT Putra Jaya Kundur (JPK) dengan PT MRS, telah dihentikan untuk semua penyidikannya oleh kepolisian.

Hal tersebut berdasarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), Nomor: S.Tap/01./C/V/RES.2.2./2024/Ditreskrimsus Polda Kepri yang diterbitkan tanggal 27 Mei 2024.

Penghentian perkara ini dilakukan, setelah ada upaya hukum restoratif justice (RJ), yang diinisiasi Kepolisian, terhadap kedua pihak pengusaha properti Kota Batam tersebut.

Upaya perdamaian juga diselenggarakan kedua belah pihak di kantor Notaris Wahyu Hidayat, dengan dibuatkan surat kesepakatan perdamaian tanggal 6 Maret 2024, sesuai aturan Akta Perjanjian Kerja Sama Nomor 29 Tanggal 18 Mei 2016 lalu, di kantor Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Hj Tuti Rachmawati Lalo.

Sebagaimana diketahui, berdasarkan surat kesepakatan perdamaian berisikan, bahwa DjO bersedia membayarkan uang administrasi kepada PT JPK untuk pelunasan sisa 45 sertifikat, yang belum dibayarkan dari total 65 sertifikat.

Adapun 20 unit sertifikat, sudah dibayarkan sebelumnya. Di mana, setelah lunas baru PT JPK memberikan surat kuasa menjual ke setiap sertifikat lainnya. Yakni, sebanyak 45 unit sertifikat.

Ketua Tim Hukum PT JPK, Zevrijn Boy Kanu mengatakan, kasus antara
PT Putra Jaya Kundur (JPK), dengan PTĀ  MRS, dihentikan untuk semua penyidikan oleh kepolisian.

“Kasus dugaan penipuan jual-beli ruko di Mitra Raya 2, sudah di SP3 Kepolisian dan status tersangka serta DPO klien kami dicabut,” kata Zevrijn Boy Kanu SH, dalam jumpa pers di Pacific Palace Hotel Batuampar, Batam, Kamis (5/9/2024).

Maka, terang Zevrijn, pihaknya perlu meluruskan permasalahan yang terjadi, guna memulihkan nama baik bos PT JPK, agar diketahui masyarakat Kota Batam sebagaimana mestinya.

Kata dia, PT JPK merupakan pemilik lahan dan juga sebagai developer sejak pertama kali berdiri tahun 1970-an di Batam.

Sedangkan PT MRS, berposisi sebagai kontraktor bukan pemilik lahan, dan bekerja sama dengan PT JPK.

“PT MRS bekerja sama dengan JPK, melalui perjanjian, dan dalam perjanjian itu disepakati beberapa poin,” paparnya.

Pertama, PT MRS harus menyelesaikan bangunan/ ruko itu dalam waktu 28 bulan.

Kedua, kalau PT MRS terlambat wanprestasi denda 3% per bulan. Yang terjadi, bertahun-tahun pembangunan ruko tidak selesai, berarti PT MRS ini wanprestasi.

“Lahan ini atas nama PT JPK, tetapi dijual PT MRS. Lalu, mengapa Direktur Utama, Johanis serta Direktur, Thedy Johanis ditersangkakan? Itulah persoalannya,” jelas Zevrijn.

Ditambah lagi, imbuhnya, Bos PT JPK ini juga dituduh menipu. Padahal, aku Zevrijn, yang telah menjual dan menerima uang, atas penjualan semua unit ruko bukan kliennya.

“Lantas mengapa PT JPK yang dituduh sebagai penipu?. Ini kesalahan siapa dan di mana salahnya klien kami,” tanya kuasa hukum PT JPK.

Selaku Tim Hukum PT JPK, kata Zevrijn, pihaknya ingin menyampaikan kepada masyarakat, PT JPK tidak tahu-menahu perihal perjanjian jual-beli antara PT MRS dengan customer (pembeli ruko).

“Baik soal uang dan kepada siapa saja ruko telah dijual,” papar Zevrijn.

“Entah kenapa, PT JPK yang ditersangkakan. Ini kan tidak adil, yang terima uang itukan PT MRS. Karena PT MRS sendiri yang membuat perikatan jual-beli dengan konsumen, bahkan mereka tidak pernah melibatkan PT JPK,” kata Zevrijn.

Padahal, imbuhnya, PT JPK ini merupakan developer terbesar di Kota Batam, sejak tahun 1970-an.

“Maka, hal inipun tidak sebanding dengan kepemilikan aset-aset PT JKP yang begitu besar,” ujarnya.

Menurutnya, persoalan antara PT JPK dan PT MRS, sebenarnya tidak ada masalah apapun. Tetapi, miskomunikasi saja.

Maka, ucap Zevrijn, atas hal-hal persoalan tersebut, pihaknya melakukan langkah hukum dengan cara menggelar perkara khusus di Mabes Polri.

Yakni dengan hasil, kasus tersebut merupakan perdata murni, bukan pidana. Maka, Mabes Polri merekomendasikan, kasus ini di-SP3-kan.

“Kita bersyukur dengan bapak Kapolda Kepri yang sekarang (Irjen Pol Yan Fitri Halimansyah), yang begitu baik, dengan bijaksana melihat kasus ini. Sehingga, beliau memberikan SP3 kasus ini,” sebut
Zevrijn.

Dengan diberikannya SP3, kata Zevrijn, menjadi landasan kuat bagi tim kuasa hukum, berupaya memulihkan kembali nama baik klien. “Yakni, Bos Developer PT JPK, dan pihak kontraktor (PT MRS),” ucapnya.

Diterangkannya, sebelumnya telah ada upaya perdamaian kedua belah pihak pengusaha properti ini.

Bahkan, Zevrijn menyebut, PT MRS dan customer, telah terlebih dahulu melakukan perdamaian.

Melihat perdamaian tersebut, akhirnya PT JPK berinisiatif mewujudkan niatan yang baik, dengan cara memberikan 45 sertifikat kepada PT MRS, dengan cara dititipkan ke kantor notaris.

“Juga telah disurati kepada pihak PT MRS, untuk segera diambil (sertifikat). Namun, sampai sekarang PT MRS belum ada merespons,” kata dia.

Zevrijn juga telah mengungkap, PT JPK telah berkontribusi besar terhadap kemajuan pembangunan di Kota Batam, antara lain:

1. Jodoh Center Point
2. Mitra Raya 2
3. Nagoya Hill Mall
4. Center Point Housing
5. Nagoya Garden Phase I
6. Nagoya Garden Phase II
7. Happy Garden Housing
8. Windsor Central
9. Windsor Villa
10. Windsor Phase III
11. Windsor Phase IIIA
12. Windsor Park
13. Windsor Square
14. Nagoya Square
15. The Opera
16. The Opera II (Coming Soon)
17. The Opera III (Coming Soon)
18. Windsor Phase I & II

“Sehingga dalam hal ini, tidak mungkin PT JPK rela mengorbankan nama baik, serta nama besarnya, hanya lantaran hal kecil dan tindakan merugikan orang lain. Apalagi, PT JPK ini memiliki prinsip kerja membangun Kota Batam, untuk lebih baik maju dan berkembang,” ujarnya.

Sedangkan Ade Darmawan Tim Hukum PT JPK mengatakan, atas hal tersebut (kasus dugaan penipuan), PT JPK tentunya akan melakukan perlawanan sengit terhadap para oknum yang tidak bertanggung jawab, yang mencoba merusak reputasi dan nama baik PT JPK.

Oleh karena itu, berbagai tuduhan miring terhadap PT JPK tidak terbukti. Bahkan pihak PT JPK telah membuktikan, dengan hasil kerja keras yang baik serta nyata, akan menjadi tolok-ukur tiap orang menilai PT JPK.

Itu sebabnya, ungkap Ade, status hukum pimpinan PT JPK saat ini, subjek hukum yang bebas maupun tidak sedang dalam permasalahan hukum, seperti yang disampaikan oleh para oknum yang tidak bertanggung jawab.

“Hal ini terbukti dari hapusnya status daftar pencarian orang (DPO) dari pimpinan PT JPK (Johanis & Thedy Johanis), dan dengan ditutupkan kasus pelaporan pidana tersebut di atas,” tegas Ade Dermawan, mengakhiri. (now)